Menurut Chandra G. Hendarto dari Steering Committee FLOII Expo, perubahan ini bukan sekadar tren estetika, tapi sebuah pergeseran budaya.
“Kami mendorong hadirnya tanaman hidup di ruang-ruang aktif. Bukan lagi tanaman palsu, tapi tanaman yang tumbuh dan dirawat. Ada keterlibatan emosional, dan itu memperkaya relasi manusia dengan lingkungannya,” ujarnya.
Data dari Direktorat Jenderal Hortikultura menunjukkan bahwa nilai ekspor florikultura Indonesia pada 2024 mencapai lebih dari Rp1,2 triliun, naik hampir 30 persen dari tahun sebelumnya.
Ini menunjukkan bahwa pasar tanaman hias bukan hanya euforia sesaat, tetapi sudah menjadi bagian dari ekonomi hijau yang tumbuh secara nyata, berbasis komunitas, dan didukung oleh jaringan global yang luas.
(Dimas Andhika)