“Sebagian batuan berumur Tersier dan batuan rombakan gunung api muda tersebut telah mengalami pelapukan. Endapan Kuarter dan batuan yang telah mengalami pelapukan pada umumnya bersifat lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi,” tulisnya.
Selain itu, kata Badan Geologi, pada morfologi perbukitan bergelombang hingga terjal yang tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan, berpotensi terjadi gerakan tanah yang dapat dipicu oleh guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.
“Berdasarkan posisi lokasi pusat gempa bumi, kedalaman, dan data mekanisme sumber dari BMKG, maka kejadian gempa bumi ini diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif pada zona prismatik akresi dengan mekanisme sesar naik berarah relatif barat – timur,” tambah Badan Geologi.
Badan Geologi mengatakan kejadian gempa bumi ini telah mengakibatkan bencana berupa kerusakan kantor KUA Kecamatan Cipatujah dan kerusakan rumah penduduk di Desa Sukarasa, Kecamatan Salawu). Menurut data BMKG, guncangan gempa bumi dirasakan di daerah selatan Tasikmalaya dan Pangandaran pada skala IV MMI (Modified Mercalli Intensity).
Badan Geologi pun mengungkapkan sebaran permukiman penduduk yang terlanda guncangan gempa bumi terletak pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi menengah dan tinggi.
“Kejadian gempa bumi ini tidak menyebabkan tsunami meskipun lokasi pusat gempa bumi terletak di laut, karena tidak mengakibatkan terjadinya deformasi di dasar laut yang dapat memicu terjadinya tsunami. Menurut data Badan Geologi, pantai selatan Jawa Barat tergolong rawan tsunami dengan potensi tinggi tsunami (tsunami height) lebih dari 3 meter,” ujarnya.
(FRI)