Ia menambahkan, potensi keterbakaran lahan di Riau berada pada tingkat “sangat tinggi” sejak 23 hingga 24 Juli, menurun sementara di 25 dan 26 Juli, namun kembali meningkat di akhir bulan.
BMKG juga mengingatkan agar data hotspot perlu dianalisis secara cermat. “Tidak semua hotspot dari satelit luar negeri itu akurat. Bahkan ada yang hanya akibat refleksi panas permukaan, bukan dari kebakaran lahan,” kata Dwikorita.
Ia menegaskan, sistem satelit dalam negeri seperti SiPongi lebih bisa diandalkan karena mampu membedakan tingkat kepercayaan titik panas dan memantau secara real-time.
Deputi Bidang Modifikasi Cuacai BMKG, Seto Sugiharto, menambahkan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) di lahan gambut Riau saat ini sudah mencapai rata-rata 1 meter di bawah permukaan.
“Target kita dalam seminggu ke depan, TMAT bisa naik hingga di atas 40 cm. Ini penting agar lahan tidak mudah terbakar,” ujarnya.