Data pengamatan BMKG menunjukkan bahwa hujan dengan intensitas lebat hingga ekstrem masih terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Pada tanggal 6 Juni 2025, hujan sangat lebat tercatat di Stasiun Rahadi Oesman, Kalimantan Barat dengan curah hujan sebesar 125 mm/hari. Hujan ekstrem terjadi pada 7 Juni 2025 di Stasiun Meteorologi Kuffar, Maluku dengan intensitas mencapai 158 mm/hari.
Pada tanggal 8 Juni 2025, Stasiun Meteorologi Juanda, Jawa Timur mencatat hujan sangat lebat sebesar 114 mm/hari. Hujan lebat juga teramati di Stasiun Meteorologi Beto Ambari, Sulawesi Tenggara pada 9 Juni 2025 dengan curah hujan 97 mm/hari, dan kembali terjadi hujan sangat lebat di Stasiun Maritim Ambon, Maluku pada 10 Juni 2025 dengan curah hujan 105 mm/hari.
“Kejadian-kejadian ini mencerminkan bahwa masih adanya fenomena atmosfer yang aktif dan berpotensi memicu cuaca ekstrem, meskipun secara klimatologis beberapa wilayah telah memasuki musim kemarau,” kata BMKG.
Secara spasial, fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) teridentifikasi di Samudra Hindia barat Sumatra hingga wilayah daratan Sumatra bagian tengah, seperti Riau, Kep. Riau, dan Jambi. Aktivitas gelombang ekuator juga terpantau signifikan mempengaruhi pola cuaca di wilayah Indonesia.
Gelombang Rossby Ekuator aktif dari Samudra Hindia hingga Laut Filipina, Gelombang Kelvin terpantau dari barat daya Banten hingga Sulawesi bagian barat, dan gelombang Low Frequency juga persisten di wilayah selatan Indonesia seperti NTB, NTT, hingga Papua. Faktor-faktor ini diperkuat oleh suhu muka laut (SST) yang hangat dengan nilai anomali –0.5°C hingga +2.3°C di sejumlah perairan Indonesia, sehingga meningkatkan massa uap air atmosfer.