"Ketiga investor atau klien kami sepakat untuk berinvestasi dalam membangun dan mengelola apartemen DVM dengan menandatangani Perjanjian Kerjasama," paparnya.
Kendati demikian, VT tidak pernah menyetorkan uangnya. Bahkan, karena dia yang berada di Indonesia dan menawarkan proyek DVM, maka para pihak sepakat untuk memberikan dia saham.
Setelah uang investasi terkumpul dan proyek mulai berjalan, kemudian FLC yang merupakan istri VT membuat perusahaan dengan pemegang saham 95 persen namun sama saja, tidak ada setoran uang dalam proyek DVM tersebut.
"Bukan sebagai salah satu pihak investor pembangunan apartemen DVM, namun namanya hanya digunakan mengelola apartemen DVM atas permintaan dan/atau rekomendasi dari suaminya," katanya.
Akibat aksi penipuan tersebut, kedua WN Swiss mengalami kerugian mencapai Rp167 miliar. Kedua korban melaporkan kasus penipuan itu ke Polda Bali.
(SLF)