Menurut Dwikorita, musim hujan kali ini berbeda dari tahun lalu yang dipengaruhi oleh El Nino dan cenderung mengarah pada kekeringan.
Kini, kombinasi La Nina lemah dengan fenomena lain seperti Madden Julian Oscillation (MJO), Monsun Barat yang bersifat basah, munculnya Bibit Siklon Tropis, ditambah wilayah Indonesia berada di puncak musim hujan sehingga berpotensi meningkatkan risiko bencana banjir, longsor, dan angin kencang.
“Memang (curah hujan) lebih meningkat dibandingkan tahun 2023/2024. Dan kebetulan tahun itu kan ada El Nino ya yang sifatnya apa malah menuju ke kering gitu ya. Ini sekarang kembalikan ini La Nina yang sifatnya meskipun lemah tapi meningkatkan curah hujan,” kata Dwikorita.
Bahkan, Dwikorita mengatakan bahwa kondisi musim hujan tahun 2025 mirip dengan kondisi tahun 2020.
"Nah untuk mengirimnya miripnya itu, kalau kita bandingkan tahun 2020 di bulan Januari. Saat itu terjadinya seruak udara dingin di awal puncak musim hujan ya. Dan juga tapi saat itu tidak ada La Nina lemah, tidak ada La Nina lemah dan MJO sudah atau belum masuk ya," kata dia.
"Jadi bedanya saat itu yang seruak udara dinginnya kemudian juga awal dari puncak musim hujan. Sekarang fenomenanya tidak hanya itu ada beberapa fenomena lagi, itulah yang kami khawatirkan," kata dia.