Kelompok tersebut sekarang menghadapi penipuan melalui transfer, pencucian uang, pencurian identitas, dan tuduhan lainnya.
Selain menggunakan identitas yang dicuri untuk menghindari deteksi, Jaksa Penuntut mengatakan mereka membayar orang-orang yang tinggal di AS untuk menyediakan laptop yang mendeteksi mereka berada di AS. Caranya dengan memasang perangkat lunak akses jarak jauh di laptop yang memungkinkan mereka tampak bekerja dari AS padahal sebenarnya mereka berada di luar negeri.
Meski begitu, penyidik yakin para tersangka berada di Korea Utara sehingga kecil kemungkinan mereka akan diadili.
Melihat kondisi tersebut, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan bahwa mereka akan menawarkan hadiah hingga USD5 juta bagi siapa saja yang dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang para tersangka serta Yanbian dan Volasys.
"Meskipun kami telah berhasil melumpuhkan kelompok ini dan mengidentifikasi pemimpinnya, ini baru puncak gunung es," kata agen khusus yang bertanggung jawab atas kantor lapangan FBI di St Louis, Ashley T. Johnson.
"Pemerintah Korea Utara telah melatih dan mengerahkan ribuan pekerja IT untuk melakukan skema yang sama terhadap perusahaan-perusahaan AS setiap hari,” tambahnya.
(Febrina Ratna)