IDXChannel - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami aliran dana korupsi Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat (BBSB) dan istrinya Ary Egahni (AE). Termasuk, adanya uang ‘haram’ ke dua lembaga survei nasional.
KPK sebelumnya mengungkap ada dua lembaga survei nasional yang turut kecipratan uang haram Bupati Kapuas dan istrinya. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi pemotongan anggaran dan penerimaan suap sebesar Rp8,7 miliar.
"Tentu perlu pendalaman-pendalaman lebih lanjut nantinya pada proses penyidikan yang sedang berjalan ini," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (29/3/2023).
Berdasarkan informasi yang diterima dari sumber MNC Portal Indonesia, dua lembaga survei nasional tersebut yakni, Lembaga Survei Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia. Ali mengamini ihwal aliran uang ke dua lembaga survei nasional tersebut.
"Sejauh ini, informasi yang kami terima dari hasil pemeriksaan, betul ya," ujar Ali dikonfirmasi soal dua lembaga survei nasional tersebut.
Dalam perkara ini, Bupati Kapuas dan istrinya, yang merupakan Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem, diduga bekerja sama untuk memperkaya diri dengan meminta para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Kapuas memenuhi fasilitas serta kebutuhan pribadi. Sumber uang tersebut berasal dari berbagai pos anggaran resmi yang ada di SKPD Kapuas.
Tak hanya itu, Ben Brahim juga diduga menerima suap dari pihak swasta di Kabupaten Kapuas. Adapun, uang suap yang diterima Ben berkaitan dengan pemberian izin lokasi perkebunan di Kabupaten Kapuas.
Total, Ben menerima uang dari hasil pemotongan anggaran hingga penerimaan suap sebesar Rp8,7 miliar. Sebagian dari uang panas Ben dan istrinya tersebut diduga mengalir ke dua lembaga survei nasional.
KPK menduga uang hasil korupsi tersebut digunakan Ben dan Ary untuk ongkos politik. Ben Brahim menggunakan uang haram tersebut untuk maju di Pemilihan Bupati (Pilbup) Kapuas dan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Tengah. Sedangkan Ary Egahni untuk maju di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.
Pasutri tersebut pun disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(FRI)