"Bapak-Ibu sekalian juga nanti sebagai pemimpin lokal, jangan sampai nanti tidak mau membantu Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Kepentingan-kepentingan institusi keagamaan di daerah itu sangat penting loh Bapak," katanya.
Menurut Menag, jika kerukunan umat beragama tidak terjaga, kekuatan ekonomi pun sudah tak berarti. Nilai ekspor yang tinggi, kurva-kurva ekonomi yang terus meningkat, tidak akan berarti jika negara berada dalam kondisi kacau dan berada di tengah-tengah kerusuhan.
Menag meminta pemerintah daerah juga harus memberikan perhatian khusus terhadap fenomena konflik yang berbasis keagamaan.
"Jangan terlambat Bapak Ibu, Kalau terlambat sedikit, itu dahsyat (akibatnya), kita pernah punya pengalaman di Poso, di Kalimantan dan beberapa tempat. Makanya itu kita harus turun ke lapangan untuk mendeteksinya sejak dini," katanya.
"Makanya jangan coba-coba ada yang memperatasnamakan agama untuk kepentingan lokal, kepentingan jangka pendek. Sebab dahsyat agama itu seperti nuklir. Nuklir itu bisa menjadi sumber energi yang paling murah tapi bisa menjadi senjata yang paling mematikan," katanya.
“Jadi kalau kita menekankan aspek sentripetalnya agama, agama itu akan menjadi faktor pemicu yang amat dahsyat untuk meraih pembangunan itu. Tapi kalau agama tampil sebagai sentripetal faktor pemecah belah, itu dahsyat akibatnya," katanya.
(Nur Ichsan Yuniarto)