Sampai saat ini, badan tersebut sangat berfokus pada wanita yang memiliki lebih banyak anak daripada yang mereka inginkan dan "kebutuhan yang tidak terpenuhi" akan kontrasepsi. Namun, UNFPA tetap menghimbau agar berhati-hati dalam menanggapi rendahnya angka kelahiran.
"Saat ini, yang kita lihat adalah banyaknya retorika bencana, baik kelebihan populasi atau menyusutnya populasi, yang mengarah pada respons yang berlebihan, dan terkadang respons yang manipulatif. Dalam hal upaya agar perempuan memiliki lebih banyak anak, atau lebih sedikit,” ujarnya.
Ia menunjukkan bahwa 40 tahun yang lalu, China, Korea, Jepang, Thailand, dan Turki semuanya khawatir populasi mereka terlalu tinggi. Pada 2015, mereka ingin meningkatkan angka kelahiran.
"Kami ingin mencoba sebisa mungkin untuk menghindari negara-negara tersebut memberlakukan kebijakan panik apa pun," kata Prof. Gietel-Basten.
"Kami melihat angka kelahiran yang rendah, populasi yang menua, stagnasi populasi digunakan sebagai alasan untuk menerapkan kebijakan nasionalis, anti-migran, dan kebijakan konservatif gender," katanya.