IDXChannel - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Heri Sudarmanto, Rabu (11/6/2025).
Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
"KPK memeriksa saksi dugaan TPK terkait pengurusan rencana penggunanan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kemnaker," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Rabu (11/6/2025).
Selain Heri, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga saksi lain, yakni Ruslan Irianto Simbolon selaku Pengantar Kerja Ahli Utama di Ditjen Binapenta dan PKK Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2021 – 2025, M. ANDI selaku Pensiunan Kontraktor CV Sumber Roll A Door, dan Agus Mulyana selaku Karyawan PT Samyang Indonesia.
Mereka dijadwalkan menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK. Namun, belum diketahui materi apa yang akan digali tim penyidik dari keterangan keempatnya.
Sebelumnya, KPK mengumumkan identitas delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi di Kemnaker.
Kedelapan tersangka itu yakni berinisial SH, HYT, WP, DA, GW, PCW, JS, dan AE.
Perkara itu terkait dugaan pemerasan dan gratifikasi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo mengungkapkan para tersangka merupakan mantan direktur jenderal (dirjen) hingga staf pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta PKK).
Budi menyebut para tersangka diduga memeras TKA yang akan kerja di Indonesia. Para TKA diketahui harus meminta izin berupa RPTKA yang diterbitkan oleh Ditjen Binapenta PKK Kemnaker.
"Celah pembuatan RPTKA harus ada wawancara, wawancara ini seharusnya setelah ajukan online dan diverifikasi dulu, ketika tidak lengkap akan diberitahukan dan pemberitahuan ini akan berlangsung selama lima hari," kata Budi.
Setelah lima hari tak ada perbaikan, kata Budi, maka RPTKA harus kembali diajukan. Di situlah para tersangka langsung menghubungi para agen TKA dan melakukan pemerasan untuk menerbitkan RPTKA.
"Pemberitahuan tidak online tapi secara pribadi melalui WhatsApp kepada agen, sehingga mereka segera lengkapi, tapi yang gak kasih uang gak dikasih tau udah lengkap atau belum. Ini bikin agen datang ke oknum kenapa pengajuan belum ada pemberitahuan," katanya.
(Nur Ichsan Yuniarto)