IDXChannel - Transaksi syariah memiliki potensi yang cukup besar di pasar keuangan. Namun sering kali potensi itu terbuang percuma.
Hal itu dikatakan ekonom, Gunawan Benjamin kepada MPI, Selasa (5/4/2022). Menurut Gunawan, di dalam pasar keuangan, produk halal jasa keuangan edukasinya juga perlu disosialisasikan kepada para investor. Khususnya bagi para investor pemula.
Karena pada dasarnya industri jasa keuangan khususnya pasar modal memiliki produk keuangan syariah yang bisa menjadi alternatif investasi, utamanya bagi masyarakat yang beragama islam.
"Di pasar modal contohnya, ada banyak investor yang hanya bergantung kepada produknya saja. Namun tidak begitu memahami bagaimana cara bertransaksi yang halal. Di pasar modal ada banyak saham yang masuk kategori saham syariah. Indeks saham syariah di pasar modal juga ada banyak. Yang paling dikenal itu adalah JII (Jakarta Islamic Index), atau LII (List Islamic Index) dan masih ada sejumlah indeks syariah lainnya," sebut Gunawan.
Saham saham syariah di BEI, sambung Gunawan, memang menjadi tolak ukur jika ingin berinvestasi di pasar modal syariah. Namun hanya mengandalkan produknya saja, bukan berarti investor tersebut sudah 100% benar-benar bertransaksi saham dengan cara yang sesuai syariah.
"Untuk jenis saham syariah (produk) DSN-MUI sudah memberikan daftar saham yang masuk dalam kategori syariah," jelasnya.
Tetapi tidak berhenti disitu saja, investor juga harus tahu cara bertransaksi saham yang syariah. Misalkan, membeli efek dengan uang pinjaman (T plus atau margin) yang membebankan biaya bunga, yang jelas di situ bertentangan dengan prinsip syariah.
Membeli saham tanpa menggunakan pendekatan ilmiah dan cenderung berspekulasi juga tidak sesuai dengan prinsip syariah. Begitu juga bertransaksi secara semu di pasar modal, atau justru ikut terlibat dalam aksi goreng menggoreng saham, dan masih banyak yang lainnya.
"Dalam kacamata saya, memahami cara bertransaksi secara syariah itu jauh lebih rumit dibandingkan dengan cara mengetahui saham yang syariah. Karena penentuan kategori saham yang syariah sudah ada DSN-MUI yang menetapkannya. Sehingga banyak transaksi keuangan yang seharusnya benar-benar bisa menerapkan prinsip syariah, justru terbuang percuma karena edukasi dan pemahaman masyarakat yang minim," pungkasnya.
Di sisi lain, kata Gunawan, bertransaksi secara syariah juga tidak sepenuhnya bisa dilihat dengan kasat mata. Ini menjadi tantangan selanjutnya, sehingga transaksi secara syariah itu sangat bergantung sepenuhnya pada pemahaman masing-masing investor. Sebagai contoh, seorang investor yang berspekulasi membeli saham tertentu (yang kebetulan masuk kategori syariah), sementara di sisi lain ada investor yang membeli saham syariah dengan pendekatan fundamental.
"Di saat kedua investor tersebut melakukan transaksi, semuanya terlihat sama, dan tidak ada yang berbeda. Dan yang mengetahui apakah transaksi tersebut syariah atau spekulasi hanya investor tersebut, dan tentunya sangat bergantung kepada pemahaman investor masing-masing. Karena sistem keuangan sejauh ini dan secanggih apapun tidak mampu mendeteksi isi hati para investor tersebut," tandasnya.
(IND)