Berbeda dengan dot com bubble, digitalisasi pada tahun 2022 dianggap bukan lagi sekadar spekulasi semata, melainkan sebuah kebutuhan masyarakat yang nyata.
Fenomena booming digital telah mengubah gaya hidup secara signifikan, menjadikan dot com bubble di era ini lebih sulit untuk terulang. Namun, apakah benar kita berada di ambang fenomena serupa? Mari kita telaah lebih lanjut.
Dot com bubble pada masanya terjadi di pasar Amerika Serikat (AS), di mana industri teknologi mengalami booming dan valuasi sahamnya melejit. Euforia dan popularitas internet menjadi pemicu utama, dengan para investor berbondong-bondong menginvestasikan dana besar pada perusahaan teknologi, menganggap masa depan industri ini sangat cerah.
Hal ini membuat harga saham naik secara drastis, khususnya saham perusahaan teknologi yang terdaftar di Indeks Nasdaq. Pada puncaknya, Nasdaq mencapai kenaikan sebesar 586%, mencapai 5.132,72 dari Januari 1995 hingga Maret 2000. Namun, akibat overvalued, gelembung pun pecah, dan Nasdaq mengalami penurunan tajam hingga 76%.
Beberapa faktor penyebab dot com bubble antara lain valuasi yang terlalu tinggi, aksi IPO tanpa prospek jelas, besarnya pendanaan dari venture capital, dan dampak dari faktor media yang mempromosikan saham teknologi dengan harapan yang terlalu optimis.