ECONOMICS

Antisipasi Stagflasi, BI Jabar Minta Pengusaha Tak Naikkan Harga Berlebihan

Arif Budianto/Kontributor 30/09/2022 01:01 WIB

Bank Indonesia Jawa Barat (Jabar) menyebut Indonesia tengah menghadapi risiko stagflasi. Untuk mengatasinya diperlukan upaya bersama masyarakat dan pengusaha.

Antisipasi Stagflasi, BI Jabar Minta Pengusaha Tak Naikkan Harga Berlebihan. (Foto: MNC Media)

IDXChannelBank Indonesia Jawa Barat (Jabar) menyebut Indonesia tengah menghadapi risiko stagflasi. Untuk mengatasinya diperlukan upaya bersama masyarakat dan pengusaha.

Kepala Bank Indonesia Jawa Barat Herawanto mengatakan, saat ini krisis global eskalasinya terus berkelanjutan. Awalnya diprediksi hanya terjadi hitungan bulan, tapi ternyata berkepanjangan.

Saat ini, gejolak tak hanya pada masalah  pangan dan energi, tapi juga hingga barang elektronik. Di Indonesia, persoalan energi menyebabkan harga BBM subsidi mengalami kenaikan.

Kondisi ini menyebabkan naiknya harga sejumlah komoditi dan harga produk. Multiplier efect ini mestinya disikapi dengan bijak oleh masyarakat agar Indonesia tidak masuk jurang stagflasi. 

"Masyarakat bisa lakukan dengan tidak menimbun barang. Pengusaha juga jangan lakukan aksi ambil untung. Jangan naikkan harga yang tidak proporsional, " jelas Herawanto, Kamis (29/9/2022). 

Tak hanya masyarakat dan pengusaha, pemerintah juga penting dalam mengambil kebijakan agar mempertimbangkan timing yang tepat. Misalnya tidak menaikkan harga LPG, listrik, air kebutuhan lainnya. 

"Tapi bagaimana pemerintah mempermudah sehingga menurunkan biaya yang menjadi beban pengusaha. Seperti mempelancar faktor distribusi, " timpal dia. 

Terkait kondisi ekonomi ke depan, Herawanto mengakui tantangan akan semakin berat. Tekanan inflasi dan melambatnya pertumbuhan ekonomi ada di depan mata. Kalau tidak hati-hati, potensi stagflasi bisa terjadi. 

"Walaupun, untuk Jawa Barat sendiri beberapa indikator ekonomi cukup baik, seperti ekspor yang terus meningkat. Kemudian cadangan devisa nasional juga cukup baik. Tapi memang, pemerintah harus merespons tantangan ke depan dengan tetap survival, " imbuh dia. 

Deputi Kepala BI Jabar Bambang Pramono mengakui, tekanan eksternal saat ini cukup besar, sehingga berdampak pada depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Walaupun, rupiah masih cukup kuat menempati posisi tiga di lingkup regional. Kondisi ekonomi global yang tak pasti juga menjadi alasan naiknya BI rate

"BI rate naik karena ekspektasi asing sudah mulai terasa. Tujuannya untuk memperkuat ketahanan eksternal kita, mencegah dana kita keluar. Kalau keluar semua, kita akan repot. Harapannya, tidak terlalu berdampak kepada ekonomi kita, " jelas dia.

(FRI)

SHARE