Hingga Hari Ini, 245 Ribu Orang Sudah Tandatangani Petisi Tolak JHT Cair di Usia 56 Tahun
Beberapa orang tak setuju soal aturan baru pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) Ketenagakerjaan di usia 56 tahun. Mereka kompak menandatangani petisi online
IDXChannel - Beberapa orang tak setuju soal aturan baru pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) Ketenagakerjaan di usia 56 tahun. Mereka kompak menandatangani petisi online di laman change.org sebagai aksi penolakan.
Berdasarkan pantauan MNC Portal Indonesia, Minggu (13/2/2022), petisi online yang berujudul "Gara-gara aturan baru ini, JHT tidak bisa cair sebelum 56 Tahun" ini hingga pukul 07.58 WIB sudah ditandatangangi sebanyak 245.909 ribu orang dari target yang di capai sebanyak 300.000 tanda tangan.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah merilis aturan baru soal pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT). Dalam kebijakan ini, dana JHT baru bisa dicairkan saat peserta sudah berusia 56 tahun.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
"Jadi kalau buruh/pekerja di-PHK saat berumur 30 tahun maka dia baru bisa ambil dana JHT-nya di usia 56 tahun atau 26 tahun setelah di-PHK. Padahal saat ini dana kelolaan BPJS Tenaga Kerja sudah lebih dari Rp 550 Trilyun," tulis Suhari Ete selaku pembuat petisi tersebut.
"Padahal kita sebagai pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di PHK. Di aturan sebelumnya pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja," sambung Suhari Ete.
Dengan penolokan aturan ini, Suhari mengajak para pekerja atau buruh untuk kompak menolak aturan Menteri Ketenagakerjaan terkait pencairan JHT ini.
"Karenanya mari kita suarakan bersama-sama untuk tolak dan #BatalkanPermenakerNomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Sebarkan juga petisi ini di medsosmu," tutup petisi tersebut.
Sebagai informasi, aturan Pemerintah ini juga ditentang oleh Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengaku akan menuntut pemerintah agar mencabut aturan baru tersebut.
Adapun penolakan dilatarbelakangi karena para buruh merasa dirugikan. Andi lantas khawatir nasib buruh akan semakin kesulitan jika kebijakan ini diterapkan.
(SANDY)