Penetapan Upah Tidak Gunakan PP 36, Pengusaha: Preseden Tidak Baik
Penetapan upah minimum di 2023 sedang dalam pembahasan, rencananya penetapan upah tidak lagi menggunakan formula Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021.
IDXChannel - Penetapan upah minimum di 2023 sedang dalam pembahasan, rencananya penetapan upah tidak lagi menggunakan formula Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021. Hal ini mengundang reaksi dari kalangan pengusaha.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, bila hal ini dilakukan maka akan menimbulkan ketidakpercayaan investor dan menggangu iklim usaha di Indonesia.
“Kebijakan yang tidak konsisten bahkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dapat menimbulkan ketidakpercayaan investor (khususnya foreign investor), terhadap iklim usaha di Indonesia dan menjadi preseden yang tidak baik dalam penyelenggaraan pemerintahan,” ungkap Hariyadi dalam keterangannya, Jumat (18/11/2022).
Latar belakang lahirnya Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa: berdasarkan data BPS Agustus 2019 tercatat sejumlah 28,41jt orang pekerja paruh waktu, 8,14jt setengah pengangguran, 7,05jt orang pengangguran terbuka, 2,24jt orang angkatan kerja baru.
Disamping itu, Indonesia akan mencapai puncak bonus demografi di tahun 2030 dengan jumlah angkatan kerja produktif akan mencapai 64 persen yang tentunya memerlukan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR RI menganggap perlu adanya suatu terobosan yang kemudian diwujudkan melalui sistem Omnibus Law yang intinya adalah menyederhanakan regulasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja baru.
Hadiyadi mengungkapkan, salah satu isu ketenagakerjaan yang selalu menjadi persoalan pelik setiap tahun adalah penetapan Upah Minimum (UM). Penetapan Upah Minimum dengan menggunakan UU 13 tahun 2003 harus didahului oleh survey tripartit (Pemerintah, Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh), namun tidak ada standardisasi sumber data yang digunakan.
Hal ini menyebabkan penetapan Upah Minimum hanya menjadi bahan negosiasi yang seringkali hasil akhirnya tidak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Penetapan Upah Minimum Berdasarkan UU 13 tahun 2003 selama ini telah menimbulkan disparitas Upah Minimum antar kabupaten/ kota walaupun di wilayah Provinsi yang sama.
Kondisi ini telah disempurnakan melalui UU 11 tahun 2020 j.o PP 36 tahun 2021 yang telah mengamanatkan bahwa data yang digunakan bersumber dari instansi yang berwenang. Dengan demikian proses penetapan Upah Minimum lebih transparan, efisien dan hasilnya menggambarkan kondisi riil yang sesungguhnya.
Proses penetapan UM di seluruh Indonesia pada tahun 2022 telah dihitung berdasarkan formula yang berdasarkan pada PP 36 dan telah berlangsung dengan kondusif. Dengan 2 demikian, penetapan UM tersebut telah memperhatikan disparitas upah antar daerah, tingkat inflasi dan pertumbungan ekonomi di wilayah yang bersangkutan.
“Proyeksi ekonomi dunia di tahun 2023 akan mengalami resesi yang cukup dahsyat sehingga akan memengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri, khususnya yang berorientasi ekspor. Hal ini sudah mulai dirasakan pada sektor padat karya seperti industri alas kaki seperti sepatu dan turunannya, garmen dan produk tekstil lainnya. Angka terakhir menunjukan adanya penurunan permintaan secara berturut-turut sebesar 50 persen dan 30 persen, sehingga ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah tampak jelas di depan mata,” jelasnya.
Hariyadi menegaskan, untuk meningkatkan investasi dalam mendorong penciptaan lapangan kerja dan mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi, dunia usaha yang dalam hal ini diwakili oleh APINDO, berharap bahwa pelaksanaan UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan dan seluruh aturan turunannya tetap diberlakukan dengan disertai pengawasan yang intensif oleh aparat pemerintah. Hal ini menjadi penting dalam rangka menjaga adanya kepastian hukum.
“Kami perlu mengingatkan agar Pemerintah dapat mengantisipasi apabila pada akhirnya keputusan ini berakibat pada menurunnya investasi, meningkatnya angka pengangguran dan pada akhirnya meningkatkan angka kemiskinan,” tutup Hariyadi. (RRD)