Ramai-Ramai Pengusaha Kompak Tolak Aturan Rokok di PP 28/2024 tentang Kesehatan
Apindo bersama lebih dari 20 asosiasi lintas sektor terkait menandatangani pernyataan sikap atau petisi aspirasi terkait PP 28/2024 tentang Kesehatan.
IDXChannel - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersama lebih dari 20 asosiasi lintas sektor terkait menandatangani pernyataan sikap atau petisi aspirasi terkait Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Nantinya, petisi tersebut akan dikirim ke pemerintah dan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Apindo mengingatkan, pasal-pasal bermasalah dalam PP 28 dan RPMK dikhawatirkan dapat menciptakan ketidakstabilan di berbagai sektor terkait, termasuk ritel, pertanian, dan industri kreatif yang bergantung pada ekosistem Industri Hasil Tembakau (IHT).
Wakil Ketua Umum Apindo Franky Sibarani mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai koordinasi dan kajian. PP ini sebenarnya dinilai cukup memberatkan bagi multi sektor, baik industri, pedagang, petani, dan sebetulnya juga konsumen.
"Dalam hal ini tentu kita diminta untuk secara aktif memberi masukan dalam konteks dikeluarkannya peraturan menteri turunannya. Problem besar adalah di mana PP 28 ini, yang kami cermati ada dua atau tiga prinsip yang kita lihat proses ataupun isinya kurang tepat," ujar Franky dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Menurut Franky, saat ini Indonesia juga sedang dalam transisi pemerintahan baru di mana banyak pekerjaan rumah yang tidak mudah, di antaranya seperti PMI Manufaktur yang terkoreksi.
"Artinya industri dalam kondisi terkontraksi, akibat penurunan permintaan pasar baik global maupun lokal. Jadi artinya, kalau peraturan ini akan terus ada maka kontraksi itu akan berkepanjangan," kata Franky.
Dengan demikian, Apindo dan para asosiasi terkait lainnya meminta Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk berhenti dalam pembahasan PP 28 tersebut.
"Teman-teman tadi menyampaikan bahwa stop pembahasan dan diminta kepada Presiden mungkin nanti kita akan bersama-sama mengirimkan petisi ini bersama surat tentunya kepada Presiden Jokowi dan Presiden terpilih Pak Prabowo Subianto untuk menghentikan atau menyetop dulu pemberlakuan PP 28, jadi ini harapan dari industri hasil tembakau dan turunannya," ujar Franky.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji menyoroti dampak besar yang akan dialami petani tembakau jika ketentuan ini diterapkan secara ketat.
"Petani tembakau menggantungkan hidupnya pada industri ini. Peraturan yang tidak memperhitungkan keberlanjutan sektor pertanian akan memukul keras para petani beserta yang telah berkontribusi besar terhadap perekonomian lokal," ujar Agus.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Nayoan turut menyuarakan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan yang terlalu ketat akan berdampak pada maraknya rokok ilegal.
"Rokok ilegal akan semakin menjamur jika regulasi yang diterapkan justru menekan industri formal. Kemasan polos dan pembatasan iklan luar ruang bukanlah solusi efektif untuk menurunkan prevalensi merokok, tetapi hanya akan membuka jalan bagi produk ilegal yang merugikan negara dari segi penerimaan cukai," katanya.
Berikut isi lengkap pernyataan sikap mata rantai pertembakauan, gabungan asosiasi industri bersama Apindo:
Kami, mewakili jutaan masyarakat Indonesia yang terdiri dari petani tembakau, petani cengkeh, pedagang kecil dan peritel, buruh linting dan tenaga kerja pabrikan beserta pelaku industri kreatif/periklanan memohon perlindungan serta kebijaksanaan Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo dan Presiden Terpilih Bapak H. Prabowo Subianto, untuk meninjau pasal bermasalah terkait Industri Hasil Tembakau yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 Tentang Kesehatan serta Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.
Selama ini, mata rantai industri hasil tembakau telah menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional dan mata pencaharian jutaan masyarakat Indonesia. Namun, mata rantai industri kami sedang dalam kondisi mengkhawatirkan dengan jumlah produksi yang kian menurun, serta peredaran rokok ilegal yang makin meningkat. Adanya beberapa peraturan yang tertera dalam PP 28 tahun 2024, maupun RPMK tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik ini akan menimbulkan dampak yang lebih destruktif.
Oleh karena itu, kami memohon kepada Bapak Presiden dan Bapak Presiden Terpilih agar:
1. Tidak menyetujui ketentuan standarisasi berupa kemasan polos dengan menghilangkan identitas merek produk tembakau dalam RPMK yang akan segera disahkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Hal ini berpotensi mendorong makin maraknya produk ilegal yang merugikan semua pihak dan menggerus penerimaan negara.
Dalam praktek di lapangan, pelaku rokok ilegal dapat semena-mena memalsukan kemasan produk rokok resmi serta tidak membayar cukai. Hal ini jelas berdampak negatif bagi seluruh mata rantai industri hasil tembakau Indonesia, maupun bagi negara. Karenanya, kami mohon pemerintah tidak semakin menyuburkan peredaran rokok ilegal dengan mendorong regulasi eksesif.
2. Tidak memberlakukan batas maksimal tar dan nikotin untuk produk tembakau.
Industri tembakau Indonesia memiliki karakteristik khas yang perlu kita jaga sebagai bagian dari kekayaan budaya. Pemberlakuan batasan tar dan nikotin akan membatasi hal tersebut, serta berpotensi mengancam serapan dari para petani tembakau lokal.
3. Tidak memberlakukan larangan zonasi penjualan dalam radius 200 meter, mengingat sudah terdapat pembatasan umur untuk pembelian produk tembakau, dan tidak memberlakukan larangan zonasi iklan luar ruang dalam radius 500 meter terhadap titik iklan yang sudah beroperasi saat ini.
Kami setuju melarang anak membeli produk tembakau dengan peningkatan batas usia menjadi 21 tahun, serta penerapan Peringatan Kesehatan Gambar dan Tulisan sebesar 50 persen di depan dan belakang kemasan sebagai upaya edukasi konsumen dewasa. Namun demikian, kami memohon peninjauan ulang untuk ketiga poin diatas karena akan secara sistematis menghilangkan penghasilan masyarakat dan bahkan berpotensi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kami memohon agar Pemerintah mendorong kebijakan yang merangkul dan menjamin kesejahteraan semua masyarakat, termasuk industri hasil tembakau dan industri terkait lainnya, sehingga dapat turut berkontribusi terhadap target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan sesuai dengan Nawacita dan Asta Cita Indonesia.
(Dhera Arizona)