ECONOMICS

UMP DKI Jakarta Naik Lima Persen, APINDO Sebut Gubernur Anies Langgar Aturan

Athika Rahma 20/12/2021 13:30 WIB

APINDO menilai Anies telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan mengenai cara perhitungan upah minimum.

UMP DKI Jakarta Naik Lima Persen (Ilustrasi)

IDXChannel - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menanggapi keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam menaikkan UMP DKI Jakarta dari 0,85% menjadi 5,1%. 

Ketua APINDO Haryadi Sukamdani mengatakan, Anies telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan mengenai cara perhitungan upah minimum dan pasal 27 mengenai Upah minimum propinsi. 

"Selain itu revisi ini bertentangan dengan pasal 29 tentang waktu penetapan Upah Minimum yang selambat-lambatnya ditetapkan pada tanggal 21 November 2021," ujar Hariyadi dalam konferensi pers, Senin (20/12/2021). 

Lanjut Hariyadi, Pemprov DKI Jakarta secara sepihak melakukan revisi UMP DKI Jakarta 2022 tanpa memperhatikan pendapat dunia usaha, khususnya APINDO DKI Jakarta yang menjadi bagian dari Dewan Pengupahan Daerah sebagai unsur dunia usaha (pengusaha). Dewan Pengupahan Daerah sendiri terdiri dari unsur tripartit yaitu pemerintah, serikat pekerja/buruh, dan pengusaha.

Dengan revisi UMP DKI Jakarta 2022 tersebut maka upaya untuk mengembalikan prinsip Upah Minimum sebagai Jaring Pengaman Sosial (JPS atau Social Safety Net) bagi pekerja pemula tanpa pengalaman tidak terwujud dan kembali menjadi Upah Rata-rata sehingga penerapan Struktur Skala Upah akan sulit dilakukan karena ruang/jarak antara UM dengan Upah diatas UM menjadi kecil.

Atas kondisi tersebut, APINDO akan melakukan beberapa hal. Pertama, meminta Kementerian Ketenagakerjaan untuk memberikan sanksi kepada Kepala Daerah yang telah melawan hukum regulasi Ketenagakerjaan, terutama Pengupahan, karena hal tersebut berpotensi menimbulkan iklim tidak kondusif bagi dunia usaha dan perekonomian Nasional.

"Kedua, meminta kepada Menteri Dalam Negeri untuk memberikan pembinaan atau sanksi kepada Kepala Daerah, Gubernur DKI Jakarta yang tidak memahami peraturan perundangan sehingga mengakibatkan melemahnya sistem pemerintahan, sebagaimana amanat UU 23 tahun 2014, Pasal 373 yang intinya Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah," ujarnya. 

Ketiga, menggugat aturan revisi tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika Gubernur DKI benar-benar mengimplementasikan regulasi perubahan tersebut.

Keempat, mengimbau seluruh perusahaan di Jakarta untuk tidak menerapkan revisi UMP DKI Jakarta 2022 sembari menunggu Keputusan PTUN berkekuatan hukum tetap, namun tetap mengikuti Keputusan Gubernur DKI Jakarta no. 1395 Tahun 2021 yang ditetapkan tanggal 19 November 2021. 

(NDA)

SHARE