Waspada! Pantau Penyebab dan Ciri-Ciri AS Mengalami Resesi
Ciri-ciri AS mengalami resesi bisa dilihat dari keadaan ekonomi di berbagai negara yang juga merasakan dampaknya.
IDXChannel - Ciri-ciri AS mengalami resesi bisa dilihat dari keadaan ekonomi di berbagai negara yang juga merasakan dampaknya. Goldman Sachs memprediksi Amerika Serikat (AS) akan memasuki siklus resesi tahun ini akibat tingginya inflasi menyusul serangan militer Rusia ke Ukraina yang mendorong masyarakat menahan diri untuk tidak belanja.
Ekonomi Amerika Serikat (AS) Terancam Resesi
Mengutip berbagai sumber, Indeks Harga Konsumen (IHK) AS mencapai 8,5% pada Maret 2022, meningkat signifikan dari bulan sebelumnya sebesar 7,9% pada Februari. Kenaikan telah mencapai rekor tertinggi sejak 1981, dengan meningkatnya ekspektasi bahwa Federal Reserve akan terus menaikkan suku bunga bulan depan.
Inflasi di Amerika Serikat telah melampaui 6% selama enam bulan berturut-turut, menurut Reuters. Inflasi yang tinggi sejak pandemi diperparah dengan perang antara Rusia dan Ukraina, di mana Amerika Serikat terlibat dalam berbagai sanksi. Kebijakan terus mendorong kenaikan harga komoditas energi, pangan, dan logam. Laporan inflasi mengikuti data bulan lalu yang menunjukkan bahwa pengangguran turun ke level terendah dua tahun di 3,6% di bulan Maret. Inflasi yang tinggi dan The Fed telah membuat pasar obligasi AS semakin mengkhawatirkan resesi.
Menaikkan suku bunga untuk menahan inflasi dalam menghadapi kondisi geopolitik yang bergejolak dan gejolak rantai pasokan akan memicu resesi ekonomi AS pada paruh pertama tahun 2023. Mengutip berbagai sumber, Goldman Sachs percaya bahwa sementara Amerika Serikat tidak terlalu bergantung pada pasokan minyak dan gas Rusia, tidak serta merta luput dari kemungkinan resesi.
Mengingat situasi global saat ini, Goldman Sachs menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi AS sepanjang 2022. Goldman Sachs memprediksi ekonomi AS bahkan tidak akan tumbuh pada kuartal pertama tahun 2022.
Sebagai negara dengan sejarah panjang dan kekuatan ekonomi dunia. Amerika Serikat mencatat 33 resesi. Setidaknya di satu negara, diperlukan waktu hingga dua tahun agar perekonomian kembali normal.
Bahkan, Amerika Serikat diperkirakan akan keluar dari resesi after pandemi Covid-19 pada akhir tahun ini. Salah satu kuncinya adalah memiliki pasar keuangan yang baik dan memperkuat kebijakan perlindungan sosial, seperti yang dilakukan Singapura. Alhasil, harga dolar Singapura stabil hingga hari ini.
Penyebab AS Mengalami Resesi
1. Permintaan
Hukum yang harus diingat adalah tingkat penawaran dan permintaan di mana permintaan dolar meningkat. Ini menaikkan harga dolar atau sebaliknya. Di tengah resesi seperti saat ini, banyak investor spekulatif yang memanfaatkan situasi dan apa yang terjadi.
AS memiliki sejumlah besar mata uang USD dan menjualnya dengan harga tinggi. Hal ini pernah menyebabkan koreksi yang sangat dalam terhadap nilai tukar rupiah yang menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997.
Selain itu, perlu dicatat bahwa permintaan mata uang sangat sensitif terhadap masalah keuangan dan geopolitik baru. Perlu diingat bahwa dolar sebagai mata uang utama, tetap menjadi cadangan devisa terbesar di banyak negara. Oleh karena itu, jika permintaan dolar untuk perdagangan masih tinggi maka secara otomatis harga dolar cenderung tetap stabil.
2. Kebijakan Moneter
Faktor di balik penurunan nilai tukar dolar AS adalah kebijakan moneter The Fed, bank sentral Amerika Serikat. Misalnya, menaikkan atau menurunkan suku bunga acuan, suku bunga deposito, dan suku bunga pinjaman.
Penurunan suku bunga bank sentral dapat mendorong investor untuk meminjam uang dari bank. Uang kredit tersebut kemudian digunakan untuk membeli kebutuhan konsumen dan mendongkrak perekonomian AS.
Selain itu, ada transfer dolar dari Amerika Serikat ke negara lain, yang menjanjikan suku bunga lebih tinggi daripada bank-bank AS. Ini akan membuat dolar rentan terhadap mata uang negara-negara berpenghasilan tinggi lainnya.
3. Inflasi
Satu-satunya tujuan kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh bank sentral adalah untuk membentuk inflasi sesuai dengan skenario yang diinginkan. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK).
Inflasi yang tinggi menyebabkan nilai mata uang yang lebih rendah, harga komoditas yang lebih tinggi, dan permintaan yang lebih rendah. Namun, impor menjadi semakin menarik bagi konsumen di negara-negara dengan tingkat inflasi yang tinggi.
4. Kekuatan Ekonomi di Negara
Negara-negara dengan ekonomi yang kuat cenderung memiliki mata uang yang kuat. Akibatnya, banyak investor memindahkan uangnya ke negara lain karena ekonomi satu negara mulai melemah. Ini akan melemahkan mata uang lokal karena minat investor berkurang. Amerika Serikat tetap menjadi negara yang paling kuat secara ekonomi di dunia, dengan China di tempat kedua.
5. Perdagangan
Faktor berikutnya adalah perdagangan, dan Amerika Serikat telah menjalankan kebijakan ini selama beberapa dekade, mengimpor lebih banyak daripada mengekspor. Amerika Serikat juga telah mengeluarkan utang, menjadikan China dan Jepang sebagai negara yang memberikan pinjaman besar kepada Amerika Serikat. Namun, pinjaman ini memiliki jatuh tempo, bunga, dan pokok yang harus Anda bayar. (SNP)