Cukai Rokok Naik, Apa Pengaruhnya Pada Pendapatan Emiten Tembakau?
Kenaikan cukai rokok dikhawatirkan akan memengaruhi kinerja saham emiten tembakau.
IDXChannel – Pemerintah resmikan kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 10% untuk 2023 dan 2024. Hal ini berdampak pada sejumlah saham emiten rokok. Sampoerna, Gudang Garam, Wismilak Inti Makmur, dan Indonesia Tobacco secara bersamaan memerah.
Sri Mulyani mengungkapkan, kalau tarif CHT akan berbeda pada golongan Sogaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM), dan Sigaret Kretek Pangan (SKP).
Pemanfaatan penerimaan CHT dialokasikan untuk kepentingan industri tersebut, diantara 50% untuk bidang kesejahteraan, 10% untuk bidang penegakan hukum, dan 40% untuk bidang kesehatan.
Dalam diskusi Instagram @idx_channel (14/11) dengan Yazid Muamar selaku Financial Expert Ajaib Sekuritas mengatakan bahwa kenaikan yang terjadi pada cukai rokok sudah biasa terjadi tiap tahunnya.
“Kenaikan ini dipatok tiap tahunnya 8-12% karena juga mempertimbangkan buruh dan petani serta industri rokok itu sendiri. Kenaikan tertinggi itu terjadi pada SPM dan SKM dan yang paling rendah SKP, yang mana masih ada campur tangan manusia,” ungkapnya.
Tentu saja kenaikan tarif CHT ini sangat mempengaruhi harga saham emiten rokok. Namun kalau dilihat dari konsumen rokok yang adiktif, ini tidak akan mempengaruhi dari pendapatan para emiten rokok tersebut.
“Penurunan ini hanya bersifat sesaat, tapi kalau dilihat dari jangka panjang, sahamnya jatuh. Seperti HSMP dan GGSM yang belum juga balik dari harga saat pandemi.” tambah Yazid dalam diskusinya.
Dia juga merasa kalau dari laporan keuangan, pendapatannya akan terus naik, yang mungkin dikhawatirkan itu pesaing seperti rokok-rokok elektronik yang kini lumayan banyak diminati. Serta pertimbangan konsumen mengenai kesehatan dirinya jika merokok dan memilih untuk berhenti.
“Dari keuangan tidak akan mempengaruhi, tapi mungkin dari masalah kesehatan, pesaing rokok elektronik dan lain-lain, justru itu yang akan mempengaruhinya.” tambahnya lagi. (NKK)