Nasib Emiten Pendatang Baru Tahun Ini, dari Cuan hingga Nyungsep ke Level Gocap
Dari 25 perusahaan yang melantai di bursa, ada emiten yang sahamnya cuan bahkan ‘nyungsep’ di level gocap atau Rp50/saham.
IDXChannel – Sepanjang tahun 2022, sebanyak 25 perusahaan tercatat melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO).
Emiten-emiten yang melantai pada bursa tersebut berasal dari berbagai sektor seperti teknologi, layanan kesehatan, pariwisata, pertambangan, barang konsumsi, dan lain sebagainya.
Adapun berdasarkan riset Tim Riset IDX Channel bersumber dari e-ipo, lima emiten dengan harga penawaran tertinggi adalah PT Murni Sadar Tbk (MTMH), PT Champ Resto Indonesia (ENAK), PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA), PT Teladan Prima Agro Tbk (TLDN), dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).
MTMH menjadi emiten dengan harga penawaran tertinggi di bursa, yakni mencapai Rp1.280/saham. Sementara emiten yang melantai sejak 20 April 2022 kemarin bergerak di industri layanan kesehatan.
Selanjutnya yaitu ENAK, emiten yang bergerak di bidang pariwisata, restoran dan hotel. Menurut aktivitas pencatatan, Bursa Efek Indonesia (BEI), harga IPO emiten ini sebesar Rp850/saham. Adapun ENAK melantai di bursa sejak 8 Februari 2022 lalu.
STAA juga mencatatkan harga IPO yang tinggi, yakni mencapai Rp600/saham ketika melantai di bursa pada 10 Maret 2022. Emiten yang berpusat di Sumatera Utara ini bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit.
Selain STAA, emiten perkebunan lainnya yaitu TLDN juga manggung di bursa pada 12 April 2022. Sedangkan harga IPO TLDN sebesar Rp580/saham.
Sumber: Tim Riset IDX Channel, Bursa Efek Indonesia (BEI), Juli 2022 (data olahan)
Terakhir, yakni GOTO, yang melantai pada bursa pada 11 April 2022 lalu dengan harga penawaran saham mencapai Rp338/saham.
Tak hanya termasuk dalam emiten dengan harga IPO tertinggi, emiten teknologi ini juga meraup dana IPO terbanyak. Adapun dana IPO GOTO mencapai Rp13,73 triliun, salah satu yang terbesar di bursa.
Sama seperti GOTO, STAA juga menjadi salah satu dari lima emiten yang memiliki dana IPO yang tinggi di banding emiten lainnya. Adapun dana IPO emiten perkebunan ini mencapai Rp526,24 miliar.
Selain GOTO dan STAA, terdapat tiga emiten lainnya yang memiliki dana IPO yang tinggi. Emiten tersebut salah satunya adalah emiten PT Autopedia Sukses Lestari Tbk (ASLC) yang bergerak di bisnis lelang dan jual-beli mobil. Menurut data aktivitas pencatatan, BEI, dana IPO ASLC mencapai Rp6,53 triliun.
Selanjutnya, yaitu PT Adaro Minerals Indonesia atau ADMR. Emiten tambang batu bara ini mencatatkan dana IPO sebesar Rp660,71 miliar. ADMR melantai di bursa sejak 3 Januari 2022 lalu.
Perusahaan metaverse PT Wir Asia Tbk (WIRG) menjadi emiten terakhir dengan dana IPO tertinggi. Adapun dana IPO emiten yang melantai di bursa pada 4 April 2022 ini mencapai Rp431,89 miliar.
Sementara, dari 25 perusahaan yang melantai di bursa, sebanyak 8 emiten memulai harga IPO di level Rp100/saham.
Perusahaan tersebut adalah PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), PT Cilacap Samudera Fishing Industry Tbk (ASHA), PT Indo Boga Sukses Tbk (IBOS), dan PT Oscar Mitra Sukses Sejahtera Tbk (OLIV).
Sedangkan empat perusahaan lainnya yang harga IPOnya sebesar Rp100/saham yakni PT Nanotech Indonesia Global Tbk (NANO), PT Winner Nusantara Jaya Tbk (WINR), PT Mitra Angkasa Sejahtera Tbk (BAUT), dan PT Nusatama Berkah Tbk (NTBK).
Sumber: Tim Riset IDX Channel, Bursa Efek Indonesia (BEI), Juli 2022 (data olahan)
Saham ADMR hingga WIRG Meroket Setelah IPO
Sejumlah saham emiten yang baru manggung di bursa terpantau menguat pada perdagangan Jumat pagi (8/7). Menurut data BEI pada pukul 09.18 WIB, saham PT Chemstar Indonesia Tbk (CHEM) menguat 10 persen menjadi Rp165/saham.
Perusahaan di bidang tekstil dan perdagangan bahan kimia ini melantai di bursa sejak 8 Juli 2022 dengan harga IPO Rp150/saham.
Selain CHEM, saham dua emiten lainnya juga ikut menguat pada perdagangan Jumat lalu. Adapun saham yang menguat yakni milik PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) dan PT Cerestar Indonesia Tbk (TRGU).
Pada periode tersebut, saham ARKO menguat hingga 2 persen ke level Rp306/saham. Sementara saham TRGU meroket hingga 24,76 persen di level Rp262/saham. Baik ARKO maupun TRGU manggung di bursa dengan harga IPO masing-masing Rp300/saham dan Rp210/saham.
Tak hanya itu, saham TRGU juga kembali melonjak hingga batas auto rejection atas (ARA) 25 persen pada perdagangan Selasa (12/7).
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 10.12 WIB, saham TRGU melejit 24,54% ke Rp406/saham dengan nilai transaksi Rp19,53 miliar dan volume perdagangan 48,11 juta saham.
Selain emiten-emiten di atas, emiten lainnya yang baru melantai di bursa tahun ini juga memiliki kinerja saham yang baik sepanjang mulai manggung.
Saham PT Adaro Minerals Indonesia atau ADMR tumbuh hingga 1.565 persen sejak melantai di bursa. Dengan demikian, saham emiten batu bara ini menjadi yang paling moncer diantara emiten lain yang baru melenggang di bursa.
Adapun harga IPO ADMR berada di level Rp100/saham. Sementara, pada perdagangan Selasa (12/7), harga saham emiten ini ditutup melejit menjadi Rp1.665/saham.
Anak usaha PT Adaro Energy Indonesia (ADRO) ini mencatatkan kinerja keuangan positif di tengah harga saham yang melambung.
Sumber: Yahoo! Finance (diolah)
Berdasarkan laporan keuangannya di triwulan I-2022, pendapatan bersih ADMR tumbuh hingga 188,76 persen secara year on year/yoy.
Di periode ini, ADMR mencetak pendapatan bersih hingga Rp2,64 triliun. Sedangkan di triwulan I tahuh lalu, pendapatan bersih emiten ini hanya sebesar Rp914,66 miliar.
Sementara laba bersih ADMR di triwulan I-2022 melonjak hingga 836,47 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
ADMR membukukan laba bersihnya sebesar Rp1,21 triliun pada triwulan pertama tahun ini. Sedangkan di triwulan I-2021, laba bersih ADMR sebesar Rp129,23 miliar.
Melesatnya laba bersih ADMR didukung oleh tumbuhnya pendapatan bersih yang signifikan di periode ini. Adapun pendapatan ADMR sebagian besar disumbang penjualan batu bara pihak berelasi yakni dari PT Coltrade Services International sebanyak Rp1,98 triliun.
Menyusul ADMR, PT Wir Asia Tbk (WIRG) juga mencatatkan pertumbuhan harga saham tertinggi. Harga IPO emiten ini sebesar Rp168/saham, kemudian tumbuh sebesar 236,31 persen menjadi Rp565/saham pada perdagangan Selasa (12/7).
Tumbuhnya saham WIRG terjadi seiring investor kesengsem proyek metaverse yang diusung perusahaan. Selain itu, diiringi pula dengan melesatnya pendapatan bersih perusahaan yang tumbuh hingga 108,55 persen di triwulan I-2022 secara yoy.
Pada periode ini, pendapatan bersih emiten perdagangan eceran ini sebesar Rp301,05 miliar. Sedangkan di triwulan I-2021, pendapatan bersih WIRG hanya Rp144,35 miliar.
Meski pendapatan bersih WIRG melesat di periode ini, pertumbuhan laba bersih emiten ini justru terkontraksi hingga minus 30,56 persen. Di banding triwulan I-2021, laba bersih WIRG di triwulan I tahun ini menurun menjadi Rp5,31 miliar.
Selain ADMR dan WIRG, emiten yang baru melantai di bursa juga mencatatkan pertumbuhan harga saham di atas 100 persen. Emiten-emiten ini adalah PT Cilacap Samudera Fishing Industry Tbk (ASHA), PT Murni Sadar Tbk (MTMH), dan PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA).
Harga saham ASHA meningkat hingga 124 persen menjadi Rp224/saham pada perdagangan Selasa (12/7). Sementara harga IPO emiten perikanan ini sebesar Rp100/saham.
Sedangkan harga saham MTMH pada Selasa (12/7) mencapai Rp2.690/saham yang mana melesat hingga 110,16 persen dibanding harga pertama saat melantai di bursa. Adapun harga IPO MTMH mencapai mencapai Rp1.280/saham.
Terakhir yakni saham STAA yang harganya melejit hingga 109,17 persen sejak melantai pertama pada bursa pada 10 Maret 2022 lalu.
Adapun harga IPO emiten yang bergerak di bidang perkebunan ini dibuka pada Rp600/saham. Akan tetapi, pada perdagangan Selasa (12/7) harga saham emiten ini naik menjadi Rp1.255/saham.
BAUT sampai Winner Group Nyungsep ke Gocap
Selain saham emiten-emiten IPO yang menguat setelah melantai di bursa, beberapa emiten terpantau memiliki harga saham yang ambles dibanding ketika pertama manggung di bursa.
Bahkan, terdapat empat emiten yang harga sahamnya pada saat ini berada di level gocap, atau di kisaran Rp50/saham. Emiten tersebut adalah PT Mitra Angkasa Sejahtera Tbk (BAUT), PT Nusatama Berkah Tbk (NTBK), PT Nanotech Indonesia Global Tbk (NANO), dan PT Winner Nusantara Tbk (WINR).
BAUT menjadi emiten dengan kinerja saham terburuk dibanding emiten lain yang baru manggung di bursa. Berdasarkan data BEI pada Selasa (12/7), kinerja harga saham emiten ini anjlok minus 50 persen semenjak melantai di bursa di level Rp50/saham.
Emiten yang bergerak di bidang perdagangan besar logam mur dan baut ini pertama kali melantai lewat IPO pada 28 Januari 2022 lalu. Adapun harga IPO BAUT mencapai Rp100/saham.
Meski demikian, merosotnya kinerja saham BAUT terjadi di tengah kinerja keuangan yang tumbuh positif pada triwulan I-2022.
Sebagaimana dilansir dari laporan keuangannya, pendapatan bersih BAUT tumbuh sebesar 46,62 persen di periode ini menjadi Rp45,30 miliar. Bahkan, laba bersih emiten ini melesat hingga 330,91 persen secara year on year (yoy).
Di triwulan I-2022, BAUT berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp956,25 juta. Padahal di periode yang sama tahun lalu, laba bersih emiten ini hanya sebesar Rp221,91 juta. Meningkatnya laba bersih emiten secara signifikan didukung oleh meningkatnya pendapatan perusahaan.
Selain BAUT, PT Nusatama Berkah Tbk (NTBK) juga mencatatkan kinerja saham yang ambruk hingga minus 50 persen sejak pertama kali melantai dibursa. Adapun harga IPO emiten ini sebesar Rp100/saham, namun terus turun hingga level Rp50/saham di perdagangan Selasa (12/7).
NTBK merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri berat siap pasang dari baja bangunan, perdagangan besar maupun eceran mobil baru, suku cadang, hingga industri tangki dan mesin penambangan serta konstruksi.
Sama seperti BAUT, kinerja saham NTBK rontok di tengah kinerja keuangan emiten yang solid di triwulan pertama tahun ini. Adapun NTBK berhasil mencetak pendapatan bersih hingga Rp15,69 miliar atau melesat 72,92 persen secara tahunan.
Di samping itu, laba bersih NTBK juga ikut meroket hingga 247,29 persen pada triwulan I-2022. Di periode ini, NTBK membukukan laba bersih hingga Rp207,07 juta. Sementara di periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih emiten ini hanya sebesar Rp59,62 juta.
Perusahaan yang berada di level gocap lainnya yaitu PT Nanotech Indonesia Global Tbk atau NANO. Per Selasa (12/7), harga saham NANO turun minus 48 persen menjadi Rp52/saham. Adapun harga IPO emiten ini dibuka pada Rp100/saham.
BEI mencatat, saham NANO dalam bulan Juli sudah menyentuh auto rejection atas (ARB) 7 persen sebanyak dua kali secara beruntun.
Pada Rabu (6/7), saham NANO anjlok hingga minus 8,70 persen. Sementara di perdagangan Kamis (7/7), harga saham emiten ini kembali ambruk hingga minus 9,52 persen.
NANO merupakan perusahaan ke-10 yang tercatat di BEI pada tahun 2022. Adapun perusahaan yang berdiri sejak 2019 ini bergerak di bidang penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi rekayasa lainnya serta aktivitas konsultasi manajemen.
Perusahaan yang sahamnya ambruk setelah IPO terakhir yaitu PT Winner Nusantara Tbk (WINR). Sama seperti ketiga emiten lain, saham emiten ini anjlok minus 48 persen sejak pertama melantai di level gocap atau Rp52/saham.
Semenjak melantai perdana pada 25 April 2022, saham emiten properti asal Batam ini berkali-kali anjlok hingga kena ARB 7 persen. Pada perdagangan Kamis (7/7), saham WINR merosot mencapai minus 6,90 persen. Bahkan, dalam kurun sebulan, emiten ini sudah kena ARB sebanyak lima kali.
Menyusul ke empat emiten lainnya, PT Autopedia Sukses Lestari Tbk (ASLC) masuk dalam deretan top losers emiten yang manggung di bursa pada tahun ini.
ASLC resmi melenggang di bursa pertama kali pada 25 Januari 2022. Dalam IPO, saham ASLC ditawarkan di harga Rp256/saham.
Autopedia merupakan bagian dari grup PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) di bawah naungan Grup Triputra. Emiten ini bergerak di bidang otomotif, mulai dari lelang mobil dan motor, jual beli mobil online, dan penyedia data harga mobil dan motor.
Berdasarkan data BEI pada Selasa (12/7), harga saham ASLC berada di level Rp138/saham. Ini berarti harga saham emiten ini sudah terkontraksi hingga minus 46,09 persen sejak pertama kali melantai di bursa. (ADF)
Periset: Melati Kristina
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.