MARKET NEWS

Penerbitan Obligasi Hijau di Timur Tengah Capai Rp259 Triliun pada 2024

Ahmad Islamy 17/10/2024 15:57 WIB

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) diperkirakan terus memimpin pasar obligasi berkelanjutan di Timur Tengah.

Penerbitan obligasi hijau bertujuan untuk mempercepat penerapan kebijakan emisi nol bersih di beberapa kawasan, termasuk Timur Tengah. (Foto: Pixabay)

IDXChannel – Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) diperkirakan terus memimpin pasar obligasi berkelanjutan alias obilgasi hijau di Timur Tengah. Itu terjadi setelah kedua negara penghasil minyak tersebut membukukan penerbitan senilai USD16,7 miliar (asumsi kurs Rp259 triliun) pada sembilan bulan pertama tahun ini.

Laporan lembaga pemeringkat kredit asal Amerika Serikat, S&P Global, mencatat nilai obligasi hijau yang ditawarkan ke pasar sejak Januari hingga September turun 18 persen dibandingkan periode yang sama 2023. Analisis tersebut menyoroti bahwa meskipun penerbitan obligasi berkelanjutan di Timur Tengah melonjak pada paruh pertama tahun ini, namun menurun pada kuartal ketiga. 

Penurunan tersebut disebabkan oleh naiknya suku bunga dan normalisasi menyusul efek halo COP28 pada November 2023. “UEA dan Arab Saudi kemungkinan akan terus memimpin penerbitan obligasi berkelanjutan di kawasan (Timur Tengah) ini, meski ada peningkatan aktivitas di tempat lain. Obligasi berkelanjutan memimpin pangsa penerbitan, karena lebih banyak bank mendorong penerbitan,” ungkap S&P Global. 

Dana Investasi Publik Arab Saudi (PIF) adalah lembaga dana kekayaan negara pertama di dunia yang menerbitkan obligasi berkelanjutan. Kini, lembaga itu telah mengumpulkan USD3 miliar melalui obligasi hijau multitahap pada 2022 dan penawaran yang lebih besar senilai USD5 miliar pada 2023. 

Dalam laporan terbarunya, PIF menyatakan telah mengalokasikan USD5,2 miliar dari USD8,5 miliar yang dihimpun untuk proyek-proyek berfokus lingkungan per Juni 2024. 

“Pada dua kuartal pertama 2024, aktivitas keuangan berkelanjutan di kawasan (Timur Tengah) tersebut membaik secara berurutan dibandingkan dengan tren global. Namun, hal ini berubah pada kuartal ketiga, di mana aktivitasnya menurun meski penerbitan obligasi terus berlanjut di kawasan tersebut,” kata S&P Global.

Menurut laporan tersebut, penerbitan obligasi berkelanjutan di Timur Tengah mungkin diperlukan untuk mempercepat penerapan kebijakan emisi nol bersih, di samping peningkatan keselarasan dengan strategi keberlanjutan dan reformasi regulasi yang berwawasan lingkungan. 

Perusahaan yang berkantor pusat di AS itu mencatat, penerbitan obilgasi berkelanjutan di kawasan tersebut memiliki pengaruh sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan suku bunga.

Prospek sukuk hijau

Laporan S&P Global juga menunjukkan, total volume obligasi syriah berkelanjutan atau sukuk hijau secara global mencapai UD7,1 miliar dalam sembilan bulan pertama 2024. Angka itu turun 11 persen yoy. 

Di Timur Tengah, total volume sukuk berkelanjutan mencapai USD6,1 miliar pada periode yang sama, relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya. 

Sukuk hijau, yang menjadi produk investasi Syariah dalam mengusung energi terbarukan dan aset lingkungan, menarik minat investor seiring peralihan pasar menuju pembiayaan berkelanjutan alias pembiayaan hijau. 

S&P Global menambahkan, pangsa sukuk hijau di Timur Tengah juga terus meningkat, yang mencakup hampir 35 persen hingga 40 persen dari penerbitan obligasi berkelanjutan sejauh ini pada 2024, dibandingkan dengan 25 persen hingga 30 persen pada akhir 2023. 

Pada September, laporan lain dari Moody's memproyeksikan bahwa penerbitan produk keuangan Islam berkelanjutan tersebut akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang seiring negara-negara Timur Tengah meluncurkan rencana transisi energi dan target terbarukan.

(Ahmad Islamy Jamil)

SHARE