Gas Alam Mahal, Thailand Terpaksa Kembangkan Energi Terbarukan
Peningkatan harga gas alam mendorong Thailand untuk mempercepat transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.
IDXChannel – Peningkatan harga gas alam mendorong Thailand untuk mempercepat transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.
Setelah bertahun-tahun menunda transisi energi, Thailand mempercepat adopsi tenaga angin dan surya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar impor.
Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (4/5/2023), Thailand meninjau kembali strategi energi terbarukannya setelah lonjakan harga gas alam tahun lalu. Krisis energi global dipicu invasi Rusia di Ukraina.
Wattanapong Kurovat, Direktur Jenderal Kantor Kebijakan dan Perencanaan Energi Thailand, mengatakan pihaknya mendorong produsen energi terbarukan untuk meningkatkan produksi. Pemerintah Thailand berkomitmen untuk meningkatkan investasi panel surya dan turbin angin.
Sebagai bagian dari inisiatif ketahanan energi, pemerintah Thailand baru-baru ini mengumumkan pemenang proyek pembelian listrik dari sumber energi terbarukan sebesar 5 gigawatt. Proyek ini akan menggandakan kapasitas tenaga angin dan surya di negara tersebut.
Selain itu, pemerintah berencana untuk memulai proyek tambahan sebesar 3,67 gigawatt pada akhir tahun ini.
Sebelum krisis energy global terjadi, Thailand lebih memilih menggunakan gas alam sebagai bahan bakar transisi dan engga mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin dan surya.
Ketergantungan Thailand pada impor gas alam cair mengakibatkan pengeluaran yang sangat tinggi setelah harga pasar melonjak tahun lalu. Perusahaan listrik negara harus merogoh kocek hingga USD 4,4 miliar)tahun lalu.
Meningkatnya harga listrik telah menjadi isu serius di Thailand di tengah semakin memanasnya kampanye pemilihan umum yang dijadwalkan digelar pada 14 Mei. Beberapa partai politik mengusulkan pengurangan biaya energi.
Langkah ini juga bertujuan untuk membantu pencapaian target iklim Thailand. Negeri Gajah Putih tersebut berambisi mengurangi emisi sebesar 30-40 persen pada 2030, dan mencapai nol emisi pada tahun 2065.
Energi terbarukan akan menyumbang lebih dari 50 persen dari total produksi listrik pada 2037, naik dari sekitar 20 persen pada rencana saat ini, kata Wattanapong.
Keperluan ini juga diiringi dengan menurunnya penghasilan gas dalam negeri. Produksi di Erawan, area penghasil gas alam terbesar di Thailand, turun 64 persen tahun lalu setelah raksasa energi Chevron Corp. menyerahkan kawasan ini kepada perusahaan lokal PTT Exploration & Production Pcl.
(WHY/Anggerito Kinayung Gusti)