sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

BI Kembali Tahan Suku Bunga, akankah Berpotensi Hawkish Lagi seperti The Fed?

Banking editor Maulina Ulfa - Riset
22/06/2023 17:08 WIB
Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan atau BI-7 Days Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75 persen.
BI Kembali Tahan Suku Bunga, akankah Berpotensi Hawkish Lagi seperti The Fed? (Foto: MNC Media)
BI Kembali Tahan Suku Bunga, akankah Berpotensi Hawkish Lagi seperti The Fed? (Foto: MNC Media)

The Fed pada pertemuannya minggu lalu mempertahankan suku bunga acuan stabil pada level antara 5% dan 5,25%.

Namun, banyak pejabat memproyeksikan suku bunga harus naik setengah basis poin persentase lagi pada akhir tahun. Hal ini karena inflasi turun sangat lambat, namun lebih dari dua kali lipat target  The Fed 2%.

Ketua The Fed Jerome Powell juga menegaskan dalam sambutannya pada Rabu (21/6/2023) kepada anggota parlemen di Capitol Hill bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut adalah "tebakan yang cukup bagus" ke mana arah bank sentral jika kondisi ekonomi AS berlanjut seperti saat ini.

Kondisi ini dilihat oleh BI sebagai salah satu tantangan ke depan dengan peningkatan Ketidakpastian perekonomian global yang juga kembali meningkat.

Dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi. 

Pertumbuhan ekonomi global diprakirakan sebesar 2,7% (yoy) dengan risiko perlambatan terutama di AS dan China.

Di AS, tekanan inflasi masih tinggi terutama karena keketatan pasar tenaga kerja, di tengah kondisi ekonomi yang cukup baik dan tekanan stabilitas sistem keuangan (SSK) yang mereda, sehingga mendorong kemungkinan kenaikan Federal Funds Rate (FFR) ke depan.

BI juga masih melihat kebijakan moneter juga masih ketat di Eropa, sedangkan di Jepang masih longgar.

Sementara itu, di China pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat prakiraan di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter. 

Pemulihan ekonomi di negara berkembang lain, seperti India, tetap kuat didorong oleh permintaan domestik dan ekspor jasa.

Kondisi ekonomi di negara maju dan berkembang tersebut mendorong nilai tukar dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang negara maju, tetapi menguat terhadap mata uang negara berkembang.

“Perkembangan tersebut memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan terhadap ketahanan eksternal di negara berkembang, termasuk Indonesia,” kata rilis resmi BI, Kamis (22/6/2023). (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement