IDXChannel - Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Maret 2025.
Lantas apakah keputusan bank sentral tersebut merupakan langkah yang tepat?
Menurut Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), Hosianna Evalita Situmorang, penetapan BI Rate di 5,75 persen sejalan dengan konsensus pasar, meskipun terdapat pandangan bahwa BI seharusnya mempertimbangkan kenaikan suku bunga.
Hanya saja, dia memberi catatan, ketidakpastian global yang saat ini sedang meningkat menjadi faktor utama yang perlu dicermati, terlebih dinamika politik di Amerika Serikat (AS) dengan Trump 2.0 tengah panas.
"Ketidakpastian global ini kan kembali tinggi ya, karena seperti yang sudah kita antisipasi mulai dari 2024 saat pemilu AS hingga kembali terpilihnya Trump di 2.0 ini ya, menghadapi perang dagang," kata Hosianna, Kamis (20/3/2025).
"Yang jadi concern adalah dari nilai tukar rupiah, karena kalau kita lihat sebenarnya katalis pertumbuhan di kuartal pertama ini relatif cukup baik karena ada kenaikan UMR, kemudian THR yang diharapkan mendorong daya beli," ujarnya.
Lebih jauh Hosianna menyebut, berdasarkan catatan historis, pada periode pemerintahan Trump 2016-2019, rupiah mengalami pelemahan sebesar 6-8 persen. Saat ini, nilai tukar rupiah masih menunjukkan kinerja yang kurang baik dibandingkan mata uang Asia lainnya.
"Nah jadi ini kalau kita lihat, BI sebagai bank sentral perlu memberikan keyakinan imbal hasil yang menarik bagi investor gitu. Jadi terhadap potensi dari pelemahan rupiah ini, karena per hari ini, nilai tukar kita masih merupakan yang performanya ini terburuk di kawasan Asia," tuturnya.
Dengan mempertahankan suku bunga, Hossiana mengatakan, BI dapat menyeimbangkan antara stabilitas nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi, khususnya di tengah momentum Ramadan yang turut menopang aktivitas ekonomi domestik.
(Fiki Ariyanti)