IDXChannel - Bank Indonesia (BI) tetap waspada terhadap ekspektasi berlanjutnya kebijakan higher for longer atau mempertahankan suku bunga tinggi dalam waktu lama oleh Federal Reserve (the Fed).
The Fed diperkirakan baru akan mulai menurunkan suku bunga pada paruh kedua tahun depan, dan kuartal-kuartal berikutnya. Namun itu disesuaikan dengan data tenaga kerja dan inflasi.
"Kalau data tenaga kerja support, inflasi pertumbuhannya support bisa jadi ini bener. Tapi pengalaman kita sudah cukup untuk waspada. Siaga itu perlu. Semua kita monitor, termasuk yield obligasi pemerintah," kata Direktur Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI Ramdan Denny Prakoso di Raja Ampat, Papua Barat akhir pekan lalu.
Federal Open Market Committee (FOMC) atau pertemuan Dewan Rapat Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat pada NOvember 2023 mempertahankan suku bunga the Fed pada level 5,25 persen hingga 5,5 persen. Bank sentral kawasan Eropa lainnya juga diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga di level yang restriktif sejalan dengan upaya untuk mengendalikan inflasi.
Ekspektasi higher for longer mendukung yield atau imbal hasil obligasi negara-negara maju bertahan di level yang tinggi. Yield UST 10 tahun sempat naik menembus 5 persen, indeks DXY sempat menguat menyentuh level 107, dan harga minyak WTI sempat mendekati USD100 per barel.
Adapun ketidakpastian di pasar keuangan global selain dipengaruhi ekspektasi berlanjutnya kebijakan suku bunga higher for longer, juga kekhawatiran perlambatan ekonomi, dan tensi geopolitik di Timur Tengah.
Sejalan dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, nonresiden tercatat net jual di pasar obligasi dan saham emerging market sejak Agustus 2023. Namun, meredanya ketidakpastian global pada November 2023 mulai mendorong nonresiden kembali inflow ke emerging market.
"Sampai dengan Juli, inflow yang masuk di pasar SBN Rp93 triliun, di saham Rp18 triliun, SRBI belum lahir. Yang terjadi di Agustus, September, Oktober sama dengan emerging market yang lain, kita alami outflow cukup besar di pasar SBN kita," tutur Denny.
"Perkembangan DXY, perkembangan the Fed, us tresury menyebabkan emerging market mengalami outflow baik di pasar SBN dan pasar saham. Kita lumayan karena sudah hadir SRBI yang sampai Oktober ada inflow Rp13,8 triliun," imbuhnya.
(RNA)