Kualitas aset tetap terjaga dengan rasio kredit bermasalah (NPL gross) di level 2,0 persen dan Loan at Risk (LAR) membaik ke 10,4 persen.
“Kami terus memperkuat kualitas portofolio kredit dan menerapkan risk-based provisioning untuk memastikan ketahanan jangka panjang,” kata Paolo.
Sementara itu, Direktur Treasury & International Banking BNI Abu Santosa Sudradjat menuturkan, strategi digital transaction banking yang agresif turut menopang pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat 21,4 persen yoy menjadi Rp934,3 triliun. Dari jumlah itu, dana murah (CASA) naik 13,3 persen yoy menjadi Rp613,4 triliun.
“Porsi dana murah ini memperkuat struktur pendanaan dan menekan biaya dana (cost of fund), menjaga profitabilitas tetap sehat,” ujar Abu.
Selain peningkatan CASA, strategi digital juga menghasilkan pertumbuhan fee-based income sebesar 11 persen yoy, yang kini menyumbang 30 persen terhadap total pendapatan berbasis komisi BNI hingga akhir kuartal III-2025.
Pertumbuhan ini didorong oleh akselerasi kanal digital, terutama aplikasi wondr by BNI, yang mencatat lonjakan pengguna dari 2,8 juta pada September 2024 menjadi 10,5 juta pengguna per September 2025.
Nilai transaksi melalui wondr mencapai Rp783 triliun, dengan total 866 juta transaksi selama periode tersebut.
Selain itu, kanal BNIdirect untuk segmen korporasi mencatat nilai transaksi Rp8.080 triliun atau tumbuh 26,7 persen yoy, dengan volume transaksi naik 14,8 persen menjadi 1,061 juta.
“Strategi digital transaction banking yang agresif mendorong pertumbuhan CASA yang lebih sustain dan fee income yang konsisten. Kami melihat ini sebagai awal dari fase pemulihan biaya dana yang lebih sehat dan berkelanjutan,” katanya.
(Dhera Arizona)