Dia menerangkan, saat dana murah, dana mudah, dan hampir dana gratis serta likuiditas perbankan berlimpah, maka keberadaan dari industri dan pelaku usaha jasa keuangan digital tidak harus terlalu memerhatikan aspek keuntungan prospek dan kesehatan dari kondisinya.
"Jadi yang diperhatikan itu hanya top line berapa besar, akan tumbuh berapa besar, akan mencapai target yang ditentukan, apalagi oleh iming-iming investasi yang series berikutnya menuju kepada unicorn, IPO dan seterusnya," jelasnya.
Namun saat ini, tambah Mahendra, industri dan pelaku usaha jasa keuangan digital diharuskan untuk tidak hanya melihat aspek top line, tapi juga harus melihat bottom line. Harus melihat keberlanjutan dalam jangka panjang dari kacamata bisnisnya, dari kacamata provitability-nya, sekaligus berkelanjutan.
"Di sini kunci dari pengawasan yang dalam hal ini termasuk dilakukan oleh OJK kepada pengawasan mikro prudential, yaitu masing-masing perusahaan maupun industri di sektor jasa keuangan," jelasnya.
Mahendra mencontohkan, banyak negara di dunia perlakuan terhadap bank digital ataupun industri keuangan digital itu berbeda dengan pengawasan dan perangkat pengaturan yang diberlakukan kepada bank yang konvensional atau industri konvensional.