Tingginya permintaan kredit di kalangan pengembang properti yang tidak diimbangi oleh ketersediaan pendanaan dari perbankan membuat layanan shadow banking jadi banyak dilirik.
Namun, dalam perkembangannya, langkah pemerintah China yang mulai menerapkan tindakan tegas terhadap aktivitas kredit yang demikian ekspansif di industri properti membuat permintaan pendanaan dari sektor tersebut diyakini melemah cukup signifikan.
Hal ini kemudian membuat industri shadow banking China, yang diperkirakan bernilai hingga USD3 triliun, mulai berpaling dan mencari peluang bisnis baru, termasuk investasi langsung di perusahaan, kantor keluarga, dan manajemen aset.
Tak hanya itu, bila shadow banking dulu berani menawarkan gaji tinggi bagi para karyawannya, kini sejumlah kesepakatan dengan standar gaji baru yang lebih rencah juga mulai diterapkan.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan bisnis keuangan mainstream di China, yang diklaim belum terpengaruh krisis secara lebih serius.
"Semua orang makan sesuap nasi, bertahan hidup satu hari lagi," ujar Jason Hao, sebagaimaan dilansir Reuters, Senin (12/12/2022).