IDXChannel - Saat ini perkembangan bank digital kian pesat. Di tengah kehadiran 13 bank digital baru, dalam kurun satu tahun ke depan bakal ada lima bank digital lagi yang akan hadir.
Direktur Digital dan Operasional PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO), Bhimo Wikan Hantoro, mengungkapkan bank digital perlu memikirkan strategi akuisisi konsumen yang tepat.
“Di perusahaan kami, hal terpenting adalah biaya untuk akuisisi konsumen ini harus jauh lebih rendah dibanding dengan customer lifetime value (CLV) kami," kata Bhimo dalam keterangan resmi, Selasa (15/8/2023).
CLV sendiri merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan nilai dari pelanggan sebuah perusahaan. Artinya, kata Bhimo, setiap investasi yang dikeluarkan untuk mengakuisisi konsumen harus menghasilkan penggunaan produk secara organik tanpa didorong oleh gimmick marketing yang berlebihan.
Sebagai sebuah perusahaan bank digital yang berada di bawah naungan grup bank besar, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Bank Raya juga mengedepankan efisiensi dalam setiap lini operasional. Lebih dari 90 persen proses internal di Bank Raya, kata Bhimo, telah dilakukan secara terautomasi.
Dalam hal inovasi pun, Bank Raya terus menghadirkan produk baru agar bisa memenuhi kebutuhan nasabah. Sepanjang 2021-2022, Bank Raya mengajukan 8 izin produk baru ke Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia.
“Ini merupakan upaya kami untuk menangkap kebutuhan niche market yang berbeda dengan target pasar Bank BRI yang lebih massal. Dan kami menyadari bahwa kebutuhan niche market ini terus berubah sesuai perkembangan zaman," ungkap Bhimo.
Hal lain yang membuat bank digital berbeda dengan bank konvensional adalah aspek customer journey alias pengalaman nasabah saat menggunakan aplikasinya.
Bhimo sepakat perusahaan bank digital harus mampu menghadirkan layanan dan produk yang sangat terpersonalisasi bagi para nasabahnya.
“Bank harus membuat nasabah merasa nyaman setiap kali berinteraksi dengan kami, baik melalui aplikasi atau saluran lain. Cara membuat nyaman mereka adalah dengan menyediakan layanan yang memahami kebutuhan setiap nasabah," jelas Bhimo.
Sementara itu, Head of Customer Engagement di PT Bank Jago Tbk (ARTO), Lena Chow, menekankan kendati potensi pasar perbankan digital di Indonesia masih sangat besar, tantangan yang dihadapi industri ini juga cukup kompleks. Salah satunya adalah bagaimana bank digital memperluas penetrasi kepada masyarakat.
“Kunci utama untuk memperluas penetrasi ini adalah dengan memperbanyak pengguna ponsel pintar terlebih dahulu," kata Lena.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2022, pengguna ponsel pintar di Indonesia baru sebanyak 192,15 juta orang atau 67,8 persen dari total populasi.
Dari jumlah itu pun, kata Lena, belum semua pengguna ponsel pintar sudah memiliki kebutuhan perbankan digital. Kebutuhan itu baru akan muncul jika masyarakat sudah mulai merasa nyaman dengan internet dan memiliki kebiasaan melakukan transaksi keuangan digital.
“Karena itu, kehadiran bank digital sebetulnya bisa turut membantu meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia,” ujar Lena.
Hal tersebut bisa jadi peluang bagi perusahaan bank digital, terlebih hampir 50 persen masyarakat Indonesia belum menjadi nasabah bank, baik digital maupun konvensional.
“Kehadiran bank digital bisa mendorong peningkatan jumlah masyarakat yang terlayani oleh perbankan. Sifat bank digital yang fleksibel dan produk yang beragam juga bisa turut meningkatkan literasi keuangan masyarakat,” kata Lena.
“Masyarakat bisa tahu bahwa layanan bank bukan hanya untuk menyimpan uang, tapi juga untuk memperoleh pembiayaan, investasi, dan lainnya,” imbuhnya.