Terkait wacana mekanisme pemberhentian anggota Dewan Gubernur BI melalui evaluasi DPR, Achmad memberikan peringatan keras.
"Menjadikan 'hasil evaluasi' sebagai dasar pemberhentian berpotensi menggerus independensi substantif," kata dia.
Menurutnya, di banyak praktik kelembagaan, pemberhentian harus dibatasi pada alasan sempit, seperti pelanggaran hukum berat, bukan perbedaan pandangan kebijakan.
Sehingga, jika kebijakan suku bunga bisa dinegosiasikan lewat ancaman pemberhentian, pasar akan menangkap sinyal politisasi moneter. Konsekuensinya yakni volatilitas meningkat, rupiah tertekan, biaya pendanaan naik, dan dunia usaha menahan investasi.
"Solusinya bukan meniadakan pengawasan, tetapi memagari prosedur agar DPR tetap kuat dalam oversight tanpa memiliki override kebijakan atau kewenangan pemberhentian berbasis penilaian kebijakan semata," kata dia.
Achmad menyimpulkan, mengubah pengawasan DPR menjadi dasar pemberhentian berbasis evaluasi kebijakan berisiko menurunkan kredibilitas moneter.
"Kita butuh rem yang andal, kemudi yang lurus, dan pedal gas yang diinjak dengan cermat," katanya.
(Dhera Arizona)