Menurut Sharlita, BWS memiliki keunggulan karena memiliki induk usaha perbankan yang cukup kuat untuk mendukung likuiditas. Hal ini tercermin dari BWS mendapatkan sumber pendanaan non Dana Pihak Ketiga (DPK) dari induk usaha dan cabang afiliasinya sebesar US$500 juta atau setara Rp8,1 triliun. Tambahan likuiditas segar ini nantinya akan memposisikan BWS sebagai bank yang leading dari sisi likuiditas.
"Kunci dari persaingan saat ini adalah bagaimana mendapatkan dana yang cukup murah untuk disalurkan lagi ke kredit yang saat ini cukup kompetitif dari sisi rate," ujarnya.
Tambahan likuiditas juga mencerminkan adanya sinergi antara induk usaha dan cabang afiliasinya. Dukungan dari induk usaha yang kuat ini juga membuat lembaga pemeringkat global yaitu FitchRatings untuk Indonesia sebagai subsidiary memberikan peringkat AAA (idn) untuk BWS.
Sharlita menambahkan, otoritas moneter telah memberikan kebijakan yang lebih longgar melalui peningkatan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) menjadi 35 persen dari 30 persen.
Selain itu, Bank Indonesia juga menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 basis point (bps) menjadi 5 persen menjadi 4 persen untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4 persen, dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 3,5 persen menjadi 2,5 persen untuk Bank Umum Syariah (BUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5 persen.