"Baru kemudian mereka memutuskan menjual kantor-kantor yang kecil dan rumah dinas itu juga masih jauh. Dari total klaim (2024) Rp2,8 triliun, baru terbayar Rp319 miliar," katanya.
Dia mengatakan, langkah AJB Bumiputera mengonversi aset tetap menjadi aset yang likuid memang cukup menantang. Namun, OJK berharap proses ini berjalan lancar dengan tetap melakukan pemantauan terhadap RPK jilid 2.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun, Ogi Prastomiyono menilai, AJB Bumiputera mempunyai tiga opsi terkait kasus gagal bayar nasabahnya. Pertama, dibubarkan alias dilikuidasi. Kedua, mengubah status dari perusahaan asuransi bersama (mutual insurance) menjadi perseroan terbatas (PT), dan terakhir tetap mempertahankan status asuransi bersama.
Saat ini, kata Ogi, AJB Bumiputera memilih untuk tetap mempertahankan status asuransi bersama. Dari sisi aset, perusahaan tersebut tak mempunyai masalah karena memiliki banyak aset meski sifatnya ilikuid.
"Tapi persoalannya likuiditas, bagaimana membayar klaim kan nggak mungkin, jadi harus bayar pakai aset yang ada di Surabaya, Sudirman. Kemudian komunikasi kepada publik, kepada pemegang polis itu kan nggak gampang," katanya.