Sementara itu, Head of Customer Engagement di PT Bank Jago Tbk (ARTO), Lena Chow, menekankan bahwa kendati potensi pasar perbankan digital di Indonesia masih sangat besar, tantangan yang dihadapi industri ini juga cukup kompleks. Salah satunya adalah bagaimana bank digital memperluas penetrasi kepada masyarakat.
“Kunci utama untuk memperluas penetrasi ini adalah dengan memperbanyak pengguna ponsel pintar terlebih dahulu," jelasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2022, pengguna ponsel pintar di Indonesia baru sebanyak 192,15 juta orang atau 67,8 persen dari total populasi. Dari jumlah itu pun, kata Lena, belum semua pengguna ponsel pintar sudah memiliki kebutuhan perbankan digital.
Kebutuhan itu baru akan muncul jika masyarakat sudah mulai merasa nyaman dengan internet dan memiliki kebiasaan melakukan transaksi keuangan digital.
“Karena itu, kehadiran bank digital sebetulnya bisa turut membantu meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia,” ujar Lena.
Hal tersebut bisa jadi peluang bagi perusahaan bank digital, terlebih hampir 50 persen masyarakat Indonesia belum menjadi nasabah bank, baik digital maupun konvensional.
“Kehadiran bank digital bisa mendorong peningkatan jumlah masyarakat yang terlayani oleh perbankan. Sifat bank digital yang fleksibel dan produk yang beragam juga bisa turut meningkatkan literasi keuangan masyarakat,” ujar Lena.
“Masyarakat bisa tahu bahwa layanan bank bukan hanya untuk menyimpan uang, tapi juga untuk memperoleh pembiayaan, investasi, dan lainnya.”
Menurut Lena, bank digital bisa memanfaatkan peluang dari kondisi tersebut dengan menyediakan ekosistem layanan menyeluruh bagi konsumennya.
“Selain untuk kebutuhan penyimpanan uang dan pembiayaan, bank digital juga bisa menjadi semacam alat mengelola keuangan yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Layanan semacam ini yang pada akhirnya bisa membuat nasabah bank digital mendapatkan pengalaman menyeluruh dan bisa menjadi nasabah loyal," tukasnya.
(FAY)