IDXChannel - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI (kode saham: BBNI) berkomitmen untuk menjaga pertumbuhan kredit hingga akhir tahun ini berada di kisaran 7% hingga 10%, dengan segmen korporasi menjadi salah satu motor pertumbuhan.
Dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional, BNI mencatat banyak korporasi yang semakin adaptif dan terus semakin kuat menjadi katalis pemulihan ekonomi. Target utama BNI adalah nasabah-nasabah unggulan di masing-masing sektor, beserta dengan value chain business partner-nya.
Direktur Corporate & International Banking BNI Silvano Rumantir menyampaikan, bahwa fokus BNI untuk ekspansi kepada nasabah blue chip dilakukan sejalan dengan kebijakan strategis yang sudah ditetapkan dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) dengan kebijakan manajemen risiko yang prudent. Pertumbuhan bisnis segmen korporasi memberikan multiplier effect yang besar terhadap ekonomi dan dalam jangka panjang serta dapat menghasilkan portofolio bisnis yang berkelanjutan bagi perseroan.
Pada semester pertama 2022 ini, BNI berhasil mencatatkan outstanding kredit korporasi sebesar Rp311,2 triliun, atau naik 8,28% secara tahunan (YoY) terutama didorong oleh pertumbuhan di segmen korporasi blue chip. Momentum penyaluran kredit korporasi BNI dalam beberapa kuartal terakhir semakin membaik dimana penyaluran kredit selama kuartal 2 di tahun ini merupakan yang tertinggi pasca pandemi.
“Kami rasa momentum ini masih akan berlanjut di semester kedua tahun ini. Kami melihat masih banyak peluang yang bisa kami garap di segmen korporasi. Pertumbuhan domestic consumption yang relatif kuat akan mendorong perusahaan di berbagai sektor untuk melakukan ekspansi bisnis. Hal ini juga tercermin dari indicator PMI (Purchasing Managers' Index) yang senantiasa di atas angka 50, artinya secara umum perusahaan dalam fase ekspansi. Terkait tactical portfolio allocation, kami melihat sektor FMCG, telekomunikasi dan kesehatan sebagai sektor yang defensif dari sisi risiko, namun memiliki potensi pertumbuhan yang besar. Tentunya kami juga perlu waspada terhadap perkembangan ekonomi global yang mulai berimbas ke Indonesia, terutama dari sisi volatilitas nilai tukar dan imported inflation yang mulai terlihat di produk BBM.” lanjut Silvano.