"Tapi Maret-April, The Fed firm inflasi AS belum dianggap aman, ekonomi AS masih dianggap terlalu kuat, sehingga stand The Fed menunjukkan tidak adanya pemotongan FFR dalam waktu dekat, sehingga menimbulkan kekecewaan market dan menimbulkan capital outflow di seluruh dunia," ujarnya.
"Indonesia mengalami tekanan di Maret-April di saham, surat berharga kita dan bahkan Pak Gubernur BI menerbitkan SRBI semuanya mengalami tekanan. Pada Mei-Juni dengan SRBI berhasil menarik (modal asing) dan tentunya dengan suku bunga yang relatif lebih tinggi, namun kami masih tetap menjaga yield dari SBN kita," kata Sri Mulyani.
Dengan kondisi ini, diakui Sri Mulyani, Rupiah mengalami tekanan, bahkan menembus Rp16.400 per USD, dan yield SBN sempat tertekan di 7,1 persen.
(FAY)