IDXChannel - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mencatat produk tekstil impor menguasai 70 persen pasar (market) di Tanah Air. Kondisi itu membuat kinerja industri tekstil lokal tertekan dan terus merugi.
Ketua Umum APSYFI, Redma Gita Wirawasta, mengaku dominasi produk impor di pasar dalam negeri membuat industri tekstil lokal masuk dalam kategori terburuk dibandingkan 20 tahun terakhir.
Bahkan, Ramadan dan Lebaran yang menjadi momentum penting bagi perusahaan tekstil agar mendorong pertumbuhan bisnis pun minim harapan. Redma menyebut, para pengusaha tekstil pesimistis di momentum Ramadan dan Lebaran 2024 ini.
"Ada harapan sedikit, tapi optimisme sangat kecil. Untuk jenis beberapa produk itu ada harapan, tapi harapan mereka juga tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya karena barang impor sudah sangat banyak gitu,” ujar Redma dalam Market Review IDX Channel, Jumat (1/3/2024).
“Kalau kita melihat di market itu untuk momentum Lebaran barang impor menguasai sekitar 60-70 persen market. Makanya sekarang di industri tekstil ini mereka tahu bahwa momentum ini, tekstil saat ini, itu kondisi paling buruk dari 20 tahun terakhir,” paparnya.
Memburuknya industri tekstil dan padat karya di Tanah Air, lanjut Redma, lantaran inti permasalahannya belum disentuh oleh pemerintah. Pokok persoalan berupa dominasi atau membanjirnya produk impor di pasaran.