Jika harga tersebut bertahan saja hingga tutup bulan Juni, sambung Gunawan, hampir dapat dipastikan cabai akan menjadi penyumbang inflasi di bulan Juni ini. Apalagi ada banyak potensi yang bisa membuat harga cabai melambung dalam waktu dekat atau khususnya di tahun ini.
"Alasan utamanya adalah gangguan finansial petani dan potensi El Nino yang akan 'membakar' lahan pertanian," terang Gunawan.
Cabai yang bertahan murah sejak memasuki Ramadhan hingga saat ini, papar Gunawan, membuat kemampuan finansial petani untuk menanam cabai mengalami penurunan. Petani mengalami kerugian karena harga jual produknya di bawah harga keekonomian, yang membuat petani merugi.
"Pada dasarnya petani cukup konsisten untuk tetap menanam cabai. Hanya saja, kerugian yang diderita dalam kurun waktu dua bulan terakhir membuat kemampuan petani bercocok tanam berkurang. Ini masalah serius karena bisa saja petani tidak 100% memanfaatkan lahannya, atau justru melakukan penghematan pengeluaran, di mana kedua alasan tersebut akan memicu terjadinya penurunan produksi tanaman cabai," paparnya.
"Belum lagi diperburuk dengan El Nino yang bisa membuat produktivitas tanaman menurun. Jadi ke depan kita perlu bersiap dengan kemungkinan skenario di mana harga cabai bisa saja mengulang kenaikan di atas 100 ribu per kilogram dan sudah barang pasti dengan kenaikan tersebut cabai merah sangat berpeluang mendorong inflasi," tambahnya.
Skenario kenaikan terburuk, tegas Gunawan, dari Rp20 ribu ke Rp 100 ribu per kilogram. Kenaikan itu bisa mendorong inflasi naik 1% lebih hanya dari tanaman cabai merah saja.
Sejauh ini, sejumlah kebutuhan bahan pangan pokok perlahan sudah mulai mengalami kenaikan. Sementara itu, El Nino berpotensi merusak tanaman cabai di seluruh wilayah di tanah air.
"Upaya untuk meredam harganya tidak mudah di tahun ini. Bahkan saya menilai akan kesulitan atau bahkan tidak mampu dalam meredam gejolak harga cabai nantinya," pungkasnya.
(FRI)