Dari kacamata epidemiolog, ia merujuk pada kasus Omicron yang banyak terjadi dominan pada orang-orang yang belum divaksin. Dicky menggarisbawahi, vaksin di sini efektivitasnya lebih mengarah untuk mencegah level keparahan dan kematian.
“Tapi harus diingat, efektivitasnya itu lebih kepada mencegah keparahan dan kematian. Tapi dalam hal efektivitas mencegah terjadinya infeksi, mencegah menularkan ke orang lain itu enggak atau belum,” imbuhnya.
Maka dari itu, menurutnya untuk menekan laju penularan varian Omicron, saat ini pemerintah harus fokus pada penguatan di sektor vaksinasi. Dicky menyebutkan, merujuk pada data di Afrika Selatan, vaksinasi terbukti masih efektif walau pun efektivitasnya dalam hal mencegah keparahan atau pun kematian.
“Penguatan di vaksinasi, harus diketahui vaksinasi terbukti dari data Afrika Selatan saat ini, terbukti masih efektif dalam hal mencegah keparahan ataupun kematian. Konteks kita, cakupannya menurut saya, sudah harus lebih dari 90 persen. Sudah enggak bisa 70 atau 80 persen, vaksinasi 90 persen at least dua dosis harus kita kejar. Termasuk urgensi booster untuk kelompok berisiko, ini harus cepat kita lakukan di awal tahun. Termasuk vaksinasi untuk anak-anak, ini harus segera dan merata,” tegas dr. Dicky.
Dicky mengingatkan, selain menggenjot vaksinasi, masyarakat dan pemerintah juga tidak boleh abai dan harus mengombinasikan metode 3T (tracing, testing, treatment), protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari keramaian) serta surveillance genomic di bawah payung penerapan aturan PPKM bertingkat. (NDA)