Faktor lain yang dapat mendorong kenaikan harga adalah pemulihan ekonomi China setelah para pemimpinnya mencabut pembatasan Covid-19 yang mengganggu perjalanan, manufaktur, dan aktivitas bisnis lainnya. Menurut ADB, ekonomi China diperkirakan akan tumbuh sebesar lima persen tahun ini dan 4,5 persen tahun depan, naik dari pertumbuhan tiga persen tahun lalu tetapi lebih lambat dari rata-rata jangka panjangnya.
Sementara itu, perekonomian India diperkirakan akan tumbuh pada laju yang lebih lambat yaitu 6,4 persen tahun ini, lebih rendah dari 6,8 persen tahun lalu. Meskipun begitu, ini masih merupakan salah satu pertumbuhan tercepat untuk India.
Sementara itu, Vietnam diproyeksikan mengalami pertumbuhan 6,5 persen tahun ini, menurun dari 8 persen tahun lalu. Angka tersebut melampaui estimasi rata-rata untuk Asia Tenggara, yaitu 4,7 persen pada 2023 dan 5 persen pada tahun depan.
Kekhawatiran baru-baru ini mengenai stabilitas industri perbankan setelah kegagalan bank-bank di AS dan penyelamatan Credit Suisse merupakan beberapa ketidakpastian yang dihadapi ekonomi global dan regional, tulis laporan tersebut.
Perang di Ukraina juga dapat mendorong harga-harga komoditas seperti minyak, gas, dan gandum menjadi lebih tinggi, yang semakin mempersulit usaha-usaha bank sentral untuk mengendalikan inflasi. (WHY/Anggerito Kinayung Gusti)