Luasan hutan Indonesia yang besar berpotensi mendatangkan nilai ekonomi karbon yang signifikan melalui penyerapan karbon (carbon sequestration). Potensi ekonomi karbon RI mencapai USD565.9 miliar atau sekitar Rp8 ribu triliun.
Beberapa peraturan yang mengatur terkait ekonomi karbon yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 terkait pajak karbon, Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 terkait Nilai Ekonomi Karbon, dan Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon.
“Dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, hutan berperan dalam pencapaian 10 dari 17 tujuan tersebut, terutama pada pertumbuhan ekonomi, industri inovasi, dan infrastruktur. Kebijakan pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan,” tutur Airlangga.
Pemanfaatan sumber daya hutan dilakukan sesuai fungsi yang terkandung di dalamnya, yaitu fungsi lingkungan, sosial, budaya, serta ekonomi, dan juga harus meningkatkan nilai tambah ekonomi dan ekologi dari hutan.
Kebijakan penyelenggaraan sektor kehutanan juga harus menerapkan prinsip-prinsip ekonomi hijau agar pengelolaan hutan berkelanjutan dan mampu berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi rendah karbon. Prinsip ini diadopsi melalui upaya produksi dan konsumsi berkelanjutan, pengelolaan, perlindungan, serta pemulihan untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.