sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Ambisi Jokowi Bentuk Kartel Sawit dan Nikel, Seberapa Besar Peluangnya?

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
22/05/2023 12:57 WIB
Indonesia mulai mencoba mengeluarkan taringnya dalam perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Seven (G7) di Jepang.
Ambisi Jokowi Bentuk Kartel Sawit dan Nikel, Seberapa Besar Peluangnya? (Foto: MNC Media)
Ambisi Jokowi Bentuk Kartel Sawit dan Nikel, Seberapa Besar Peluangnya? (Foto: MNC Media)

Pernyataan ini sekaligus menekankan untuk memberhentikan kebijakan monopoli dan diskriminasi terhadap komoditas negara berkembang karena setiap negara memiliki hak pembangunan (right to development) dan hak untuk mengolah sumber daya alam untuk menghasilkan nilai tambah.

“Pada kesempatan ini, Presiden Jokowi menekankan setiap negara harus menghormati keputusan masing - masing negara dalam mengolah sumber daya alam,” imbuhnya.

Dengan demikian, Presiden Jokowi mengharapkan kolaborasi yang lebih setara dan menguntungkan Indonesia.

Pasalnya, Indonesia mulai beranjak dari peran sebagai negara pengekspor barang mentah menjadi negara yang melakukan hilirisasi industri untuk mendapatkan nilai tambah.

“Ini bukan berarti Indonesia menutup diri melainkan Indonesia meningkatkan kerjasama dalam bentuk lain yang lebih setara dan saling menguntungkan. Itulah pesan Presiden,” pungkasnya.

Namun, setiap upaya pembentukan kartel untuk mengendalikan harga nikel maupun sawit global akan menemui jalan terjal.

Frank Fannon, direktur pelaksana Fannon Global Advisors dan mantan asisten menteri luar negeri AS untuk sumber daya energi, sempat mengatakan kartel gaya OPEC untuk nikel akan berpotensi ‘membekukan’ investasi barat di sektor nikel Indonesia.

Di samping itu, saat ini RI tengah menghadapi tantangan hukum Uni Eropa terkait produk sawit. Uni Eropa resmi memberlakukan undang-undang baru soal deforestasi, awal minggu ini bertajuk EU Deforestation Regulation (EUDR). UU ini resmi berlaku per 16 Mei 2023.

UU ini disebut untuk meminimalisir risiko penggundulan hutan yang akan berdampak pada produk yang diekspor ke pasar Eropa, termasuk sawit RI. Aroma diskriminasi komoditas andalan RI kental terasa dalam aturan baru Uni Eropa ini.

Hal yang sama mungkin akan dialami oleh sawit RI, di mana masih banyak upaya yang harus dilakukan Indonesia untuk melawan dominasi Uni Eropa dan meyakinkan negara-negara penghasil sawit untuk mau bergabung dalam kartel ini.

Sementara itu, di antara negara-negara OPEC yang kuat, seperti Arab Saudi, produksi minyak didominasi oleh perusahaan negara.

Jika ingin mengikuti jejak OPEC, organisasi ini ditopang oleh jam terbang dan sejarah yang amat kokoh dalam mengendalikan pengaruhnya terhadap harga minyak dunia. Namun, Indonesia belum memiliki track record tersebut. (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement