Fabby juga mengapresiasi keputusan pemerintah untuk mengupayakan pensiun dini PLTU Cirebon dan menggantinya dengan 700 MW PLTS dengan penyimpanan baterai, 346 MW PLTS, 1.000 MW PLTB, serta 12 PLTSa. Namun, dia menekankan, proses keputusan akhir untuk pensiun PLTU Cirebon yang sudah berlangsung sejak 2022 belum selesai hingga sekarang.
“Proses pensiun dini PLTU Cirebon I menjadi referensi dan pembelajaran penting untuk upaya pensiun dini sejumlah PLTU yang secara teknis-ekonomis lebih menguntungkan bagi PLN daripada dioperasikan lebih lanjut. Sesuai kajian IESR ada 4,6 GW PLTU yang berpotensi diakhiri operasinya hingga 2025,” kata Fabby.
Lebih lanjut, Fabby juga mendorong pemerintah Indonesia untuk mulai merencanakan pembatasan produksi batu bara yang trennya selalu naik pesat dalam 10 tahun terakhir. Tahun ini produksi batu bara nasional mencapai 836 juta ton, melebihi target 710 juta ton.
Menurutnya, meningkatnya produksi batu bara justru menjadi sinyal melemahnya komitmen transisi energi Indonesia.
“Pemerintah perlu menghitung manfaat dan biaya untuk pengakhiran operasi PLTU secara bertahap hingga 2050, terutama dampaknya terhadap biaya produksi listrik dan subsidi listrik dalam jangka panjang,” katanya.
Terkait investasi energi terbarukan yang masih di bawah target, Fabby menekankan pentingnya sinergi antara Kementerian ESDM, Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Kementerian Keuangan Kementerian BUMN, Bappenas, serta Kementerian Luar Negeri guna menciptakan kebijakan yang lebih harmonis dan menarik bagi investor.
(Dhera Arizona)