Ketiga, menstimulasi diversifikasi pasar tujuan ekspor Indonesia, agar kinerja ekspor nasional dapat lebih optimal dan stabil, meskipun menghadapi hambatan di pasar tertentu, seperti kebijakan AS yang restriktif.
Meski begitu, negara-negara di ASEAN, Timur Tengah, Amerika Latin, dan Afrika memiliki potensi besar sebagai pasar pengganti AS.
Apindo juga mendorong pemerintah untuk memanfaatkan secara maksimal perjanjian dagang yang telah ada (FTA/CEPA), serta mempercepat penyelesaian perjanjian yang masih dalam proses negosiasi, seperti Indonesia–EU CEPA (IEU-CEPA).
Keempat, pemerintah perlu mendukung revitalisasi industri padat karya serta melakukan deregulasi, guna meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar ekspor.
Menurut Shinta, kenaikan tarif AS akan berdampak pada struktur biaya produksi dan daya saing industri dalam negeri. Terutama kebijakan ini akan berdampak langsung pada daya saing produk ekspor nasional, terutama sektor-sektor yang selama ini bergantung pada pasar AS, seperti tekstil, alas kaki, furniture, elektronik, batu bara, olahan nikel, dan produk agribisnis.
Reformasi kebijakan yang adaptif dan berpihak pada industri juga perlu terus diperkuat agar produk Indonesia tetap kompetitif secara global.
“Dunia usaha berharap agar kolaborasi dengan pemerintah terus diperkuat untuk menjaga stabilitas iklim usaha nasional di tengah dinamika global,” tutur dia.
“Ketahanan ekonomi hanya dapat terjaga jika respons terhadap tantangan eksternal dibangun secara kolektif, terukur, dan berbasis dialog erat antara pemerintah dan pelaku usaha,” kata dia.
(Febrina Ratna Iskana)