"Sisanya yaitu dari realisasi subsidi listrik mencapai Rp21,27 triliun, atau 35,71 persen dari pagu. Artinya kita bisa lihat jelas bahwa klaim pemerintah yang menyebut harga BBM subsidi sudah sangat membebani APBN hingga Rp 502 triliun, terbukti merupakan informasi tidak benar," tutur Kamrussamad
Sebab faktanya, untuk tahun 2022 saja masih tersisa sekitar 65 persen lagi alokasi APBN untuk subsidi energi untuk semester II-2022 yang belum terpakai. Subsidi energi tersebut meliputi subsidi BBM, Listrik dan LPG 3 kg.
"Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk kenaikan harga BBM. Apalagi itu bisa mempengaruhi lonjakan inflasi. Daya beli (masyarakat) berpotensi menurun drastis. Ekonomi bisa terjadi stagflasi. Ini yang harus dipikirkan," tegas Kamrussamad. (TSA)