"Masalahnya, fenomena perubahan iklim ini bisa berpotensi menyebabkan krisis yang jauh lebih mengerikan dibanding krisis-krisis yang kita pernah alami sebelumnya," ungkapnya.
Bahkan, dia menilai, perubahan iklim ini bisa mendatangkan krisis iklim yang kemudian menjadi ancaman berat bagi manusia, ekonomi, sistem keuangan, hingga cara hidup masyarakat.
"Upaya kita dan para pemimpin dunia lainnya memang sempat terhambat karena adanya pandemi yang menerpa selama tiga tahun terakhir, namun saat ini tidak ada alasan lagi karena kita butuh langkah strategis," tegas Sri Mulyani.
Riset dari salah satu lembaga Swiss tahun lalu menyebutkan, dunia akan kehilangan lebih dari 10% ekonominya jika Paris Agreement tidak tercapai di 2050 kelak.
"Bahkan, secara bertahap, akan ada tekanan inflasi yang dapat timbul dari menurunnya gangguan rantai pasok nasional dan internasional, akibat perubahan iklim seperti banjir dan badai," pungkas Sri Mulyani. (FAY)