Tetapi, tentunya ada tantangan tersendiri yang dihadapi oleh Jepang. Pertama, adanya risiko ketidakpercayaan, miskalkulasi, dan pola perilaku yang berbasis pada zero-sum game. "Indo-Pasifik tidak "exist" di antara ASEAN dan Jepang. Sang "gajah" dalam ruangannya adalah China," terangnya.
Takahara menyampaikan bahwa Jepang adalah negara maju yang terbiasa menghadapi tantangan baru yang tak pernah dihadapi sebelumnya, salah satunya adalah berhadapan dengan China yang sedang tumbuh. Pengalaman Jepang ini, dinilainya bisa berguna untuk kawasan Indo-Pasifik.
"Bagaimana Jepang dan China bisa menciptakan hubungan yang stabil atau tidak, menjadi faktor krusial bagi masa depan Indo-Pasifik," tambahnya.
Dia mengatakan, dari segi politik domestik, politisi China harus menghindari kritik internal terkait 'lemah' di hadapan Jepang, dimana para pemimpinnya harus memiliki power base yang solid untuk mengadopsi kebijakan yang lebih ramah terhadap Jepang. Dari segi lingkungan internasional, China cenderung ke pihak Jepang ketika mereka sedang bermasalah dengan AS, dan ke pihak ASEAN ketika mereka bermasalah dengan Jepang, AS, dan Uni Eropa.
"China sendiri adalah mitra dagang utama Jepang di 2020, posisi kedua disusul oleh AS, diikuti oleh Uni Eropa, Korea Selatan, dan negara lainnya," ucap Takahara.