Wang Wenbin melanjutkan, status China sebagai negara berkembang juga memiliki dasar yang kuat dalam hukum internasional. Status ini diakui oleh mekanisme WTO dan perjanjian internasional seperti United Nations Framework Convention on Climate Change dan Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer.
“Status ini telah diterima oleh sebagian besar anggota komunitas internasional. Status ini tidak boleh diambil dari China,” imbuhnya.
Menurutnya, China tidak menggunakan status negara berkembang sebagai tameng untuk menghindari kewajiban internasional atau batu loncatan menuju hak istimewa. Sebaliknya, China disebut telah berkontribusi pada perdamaian dan pembangunan dunia.
Dari tahun 2013 hingga 2021, China telah menyumbang rata-rata sekitar 38,6 persen pertumbuhan ekonomi dunia setiap tahunnya, lebih tinggi dari gabungan negara-negara G7. China adalah yang pertama mewujudkan Tujuan Pembangunan Milenium dan menyumbang lebih dari 70 persen pengentasan kemiskinan dunia.
Sementara di WTO, ketentuan perlakuan khusus dan berbeda untuk China memberikan dukungan yang jauh lebih tidak menguntungkan daripada rata-rata tingkat dukungan yang dinikmati oleh negara-negara berkembang.
“AS telah membuat narasi palsu tersebut dengan tujuan tunggal untuk menekan dan menahan pembangunan China, mengalihkan tanggung jawab pada China, menabur perselisihan antara China dan negara berkembang lainnya, serta mengganggu momentum pembangunan dan kebangkitan kolektif negara-negara berkembang,” jelasnya.
(FRI)