sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

China Tetapkan Tarif Balasan ke AS hingga 84 Persen, Ini Alasannya

Economics editor Febrina Ratna Iskana
09/04/2025 21:15 WIB
China mengumumkan kenaikan tarif atas barang-barang AS hingga 84 persen yang berlaku pada Kamis (10/4/2025).
China Tetapkan Tarif Balasan ke AS hingga 84 Persen, Ini Alasannya. (Foto: MNC Media)
China Tetapkan Tarif Balasan ke AS hingga 84 Persen, Ini Alasannya. (Foto: MNC Media)

Sejauh ini, China tampaknya tidak tertarik untuk berunding, berbeda dengan negara-negara lain yang siap bernegosiasi dengan AS.

"Jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah melalui dialog dan negosiasi, AS harus mengadopsi sikap kesetaraan, rasa hormat, dan saling menguntungkan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, pada Rabu (9/4/2025).

Selain kebijakan tarif, hubungan China dan AS memanas terkait larangan TikTok. Undang-undang AS melarang TikTok beroperasi di negara tersebut, kecuali jika dijual oleh perusahaan induknya di China. Namun, Trump telah  menandatangani perintah untuk tetap menjalankan TikTok selama 75 hari lagi setelah kesepakatan potensial untuk menjual aplikasi tersebut kepada pemilik Amerika ditunda.

Namun, kebijakan tarif Trump membuat perwakilan ByteDance menelepon Gedung Putih untuk mengindikasikan bahwa China tidak akan lagi menyetujui kesepakatan tersebut hingga ada negosiasi tentang perdagangan dan tarif.

Adapun, China mengalami defisit perdagangan jasa dengan AS sebesar USD26,57 miliar pada 2023, yang terdiri dari industri seperti asuransi, perbankan, dan akuntansi. Tarif Trump dirancang untuk menutup defisit perdagangan dengan negara-negara asing, tetapi itu hanya dihitung berdasarkan perdagangan barang fisik dan berwujud.

"Sejarah dan fakta telah membuktikan bahwa kenaikan tarif oleh Amerika Serikat tidak akan menyelesaikan masalahnya sendiri," kata pernyataan dari Kementerian Perdagangan China.

"Sebaliknya, hal itu akan memicu fluktuasi tajam di pasar keuangan, meningkatkan tekanan inflasi AS, melemahkan basis industri AS, dan meningkatkan risiko resesi ekonomi AS, yang pada akhirnya hanya akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri,” lanjut pernyataan tersebut.

(Febrina Ratna Iskana)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement