Desa Devisa Tenun Palembang meliputi enam desa dengan jumlah 20 pengrajin yang mempekerjakan sekitar 300 orang pekerja. Desa Devisa Tenun Palembang memiliki kapasitas produksi 600 lembar kain per tahun dengan omzet Rp1,3 miliar.
Melalui program Desa Devisa, LPEI memberikan pendampingan berupa pelatihan peningkatan kualitas produk, pengembangan desain yang sesuai dengan tren pasar global, serta melakukan pendampingan agar tenun Palembang dapat melakukan ekspor ke pasar internasional seperti Amerika Serikat.
Desa Devisa Sagu dari Kepulauan Meranti terdiri dari 16 desa dengan melibatkan lebih dari 6.000 petani. Dengan kapasitas produksi mencapai 1.000 ton per bulan, program ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk sagu di pasar internasional melalui peningkatan kualitas, diversifikasi produk, dan penerapan standar mutu global sehingga Desa Devisa Sagu Meranti diharapkan dapat menembus pasar ekspor negara kawasan seperti Malaysia dan Singapura.
Sementara Desa Devisa Kopi Gayo asal Bener Meriah, Aceh, meliputi 220 desa dengan total lahan seluas 192 hektar yang menghasilkan 134,4 ton dengan potensi penjualan mencapai Rp14,1 miliar. Untuk memperkuat daya saing dan memastikan keberlanjutan, Kementerian Keuangan, LPEI, dan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah telah membentuk Koperasi Panca Gayo Aceh sebagai off-taker kopi gayo untuk dapat menembus pasar kopi dunia.
(Dhera Arizona)